Jumat, 27 November 2009

IPAT part ll


tahukah engkah tentang kerisauan yang sebenarnya....marilah kita tolehkan kepala kita kebelakang, ketika hati diselimuti kekonyolan-kekonyolan dan tingkahlaku ditutupi dengan selembar kalimat ego, maka batu sebesar apapun bisa menembus menerobos pori-pori halus kulit kehidupan.
rasa keingin tahuan dan mencobalah yang ada dalam otak kotor kita, ketika kita langkahkan kaki kita dari corong-corong kebingungan melintasi jalan sehingga meneukan alam yang sangat amat fantastis dalam istilah manusia....
kalimat ini bukanlah pesan ataukan pemberitahuan semata akan tetapi ini adalah renungan hati yang telah terseyat sayat oleh cinta,entah cinta itu kepada apapun termasuk juga kepada tuhan. dulu, mungkin alam tidak tau kapan dulu itu karena aku juga bingung mendefinisikan tentang dulu itu, aku adalah orang yang bisa berjalan sendiri tanpa dengan hati, tapi kan kata otak kotorku he he he.
cinta....cinta....cinta adalah tujuan utama kan!!!tapi kita kadang salah mengertikan apa dari arti cinta itu yang sebenarnya, dari sinilah aku akan memulai sinopsis dari awal dari perjalanan hati....
hati itu kadang bohong, ketika diberikan yang hakiki malah membalasnya dengan yang kata-kata basi namun ku sadari bahwa itu semua masih diselimuti dengan rasa ego sehingga tidak bisa membaca dari hati lawan main kita, yang ada cuma main main dan kesenangan belaka, namun pada akhirnya hati itu juga menemuka sesuatu yang bisa membuat berubah, yang bisa memberikan dunia baru bagi mereka, namun kenapa dunia itu dengan rasa santainya dia cepat pejamkan matanya.....adilkah itu,,,
(to be continued to next sesion)

Rabu, 25 November 2009

itu pasti akan terjadi


risau itu pasti datang dan tak tau kapan waktu dia datang,
karena keriasauan dan kebingungan jati bukanlah sebuah kekelahan akan tetapi untuk menutupi sebuah kemenangan yang akan dituainya...
maka berbesarlah hati untuk diriku dan dirimu kawan, hati kita adalah sebuah tumpuhan bagi kita untuk melanjutkan perjalanan yang masih panjang, kadang kita merasa tidak suka akan keadaan yang terus menuntut untuk berjuang tanpa adanya suatu tujuan yang pasti tapi dari situlah tujuan akan muncul dengan membawa segenggam kedamaian untuk hati.
bercurhatlah pada hatimu sendiri yang penuh dengan macam-macam element itu
kedamaian kantersirat disitu.
siapakahdiriku ini yang sebenarnya......entahlah aku juga gak ngerti apalagi kalian semua,,sering kucoba pukul hatiku dengan isyarat-isyarat kehidupan, namun risaulah yang terjadi...akhirnya vaku sadari bahwa hati itu bukan untuk disakiti tapi untuk disanjungi.......(to be continued)

Kamis, 12 November 2009

PERAN PONDOK PESANTREN DALAM PENINGKATAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA MASYARAKAT (Studi Kasus di Pondok Pesantren Nurul Islam Desa Karangcempaka Blut


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang kegiatannya berawal dari pengajian kitab. Sebagaimana yang diungkapkan oleh H.M Yakup bahwa kendati pondok pesantren secara inplisit berkonotasi sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional, tidaklah berarti seluruh pondok pesantren itu tertutup dengan inovasi. Pada zaman penjajahan Belanda memang mereka menutup diri dari segala pengaruh luar terutama pengaruh barat yang non Islami. Namun di lain pihak pondok pesantren dengan figur kyainya telah berhasil membangkitkan nasionalisme, mempersatukan antar suku-suku yang seagama bahkan menjadi benteng yang gigih melawan penjajahan.
Menyadari sepenuhnya bahwa mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam, maka pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pondok pesantren bersumber pada ajaran agama Islam, dalam rangka membangun masyarakat untuk memperkokoh kepribadian bangsa dalam menghadapi dunia modern. Sedangkan keberadaan pondok pesantren disamping sebagai lembaga pendidikan juga sebagai lembaga masyarakat telah memberi warna dan corak yang khas khususnya masyarakat Islam Indonesia, sehingga pondok pesantren dapat tumbuh dan berkembang bersama-sama masyarakat sejak berabad-abad lamanya. Oleh karena itu kehadiran pondok pesantren dapat diterima oleh masyarakat sampai saat ini.
Dalam perkembangannya sampai sekarang ini pondok pesantren telah mempunyai beberapa bentuk kegiatan pendidikan non formal baik yang berupa pengajian kitab dan keterampilan dan pengambangan masyarakat. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pondok pesantren juga ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa yang konsekuen anti penjajah.
Untuk merealisasikan tujuan pendidikan pondok pesantren maka kegiatannya harus dibina dan dikembangkan lebih intensif sesuai dengan tujuannya, sehingga pendidikan yang ada di pondok pesantren dapat dikatakan sebagai bentuk nyata dari firman Allah SWT yang terdapat dalam surat At-Taubah ayat 122 adalah sebagai berikut:



Artinya:
“Tidak sepatutnya orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (kemedan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang memperdalam pengetahuan tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”(Qs. At-Taubah: 122).
Maksud dari ayat tersebut menjelaskan bahwa yang demikian itu merupakan penjelasan bahwa Allah SWT menghendaki semua penduduk kampung agar berangkat berperang atau sekelompok orang saja dari tiap-tiap Kabilah, jika mereka tidak seluruhnya keluar. Kemudian, hendaklah orang-orang yang berangkat bersama Rasulullah SAW mendalami isi wahyu yang diturunkan kepada beliau, serta memberikan peringatan kepada kaumnya, jika mereka telah kembali, yaitu berkenaan dengan perihal musuh. Dengan demikian, ada dua tugas yang menyatu dalam pasukan tersebut, yaitu yang bertugas mendalami agama yang bertugas untuk berjihad, karena hal itu merupkan Fardhu Kifayah bagi setiap orang muslim.
Tafsir lain menjelaskan bahwa maksud dari ayat tersebut adalah melarang supaya jangan sampai semua kaum muslimin itu pergi berperang, melainkan hendaklah ada juga sebagian yang tinggal untuk menyelenggarakan urusan-urusan lain. Menurut keterangan sebagain ahli tafsir, inilah ayat peperangan yang paling akhir diturunkan, ayat-ayat yang terdahulu selalu mengobarkan semangat berperang, tiap-tiap terdengar komando maka seluruh kaum muslimin merlomba-lomba turut mengambil bagian dan hampir tidak ada orang yang tinggal dirumah, maka turunlah ayat ini.
Makna yang dapat kita ambil dari firman Allah tersebut di atas, bahwa dalm kehidupan masyarakat kita terdapat golongan ummat ada yang menuntut dan memperdalam ilmu agama untuk memberi peringatan kepada mereka yang hanya berjuang untuk kepentingan dunia saja.
Pondok pesantren sebagai suatu sistem pendidikan yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat dijadikan tumpuhan dan harapan untuk dijadikan suatu model pendidikan sebagai variasi lain dan bahkan dapat menjadi alternatif lain dalam pengembangan masyarakat guna menjawab tantangan masalah urbanisasi dan pembangunan dewasa ini.
Oleh karenanya pondok pesantren dengan fungsinya harus berada di tengah-tengah kehidupan manusia dalam setiap perkembangannya, dan dapat memberi dasar-dasar wawasan dalam masalah pengetahuan baik dasar aqidah maupun dasar syari’ah. Islam sebagai agama rahmatan lil alamin menganjurkan ummat manusia untuk memahami ajaran-ajaran Islam secara tepat agar dapat dijabarkan dalam kehidupan yang nyata.
Adapun ilmu-ilmu yang diajarkan dalam pesantren-pesantren walaupun belum berkembang menjadi ilmu yang lebih mapan, telah mampu memberi dasar pola hidup kebudayaan dan peradapan. Disamping untuk mendalami ilmu agama, pondok pesantren sekaligus mendidik masyarakat di dalam asrama, yang dipimpin langsung oleh seorang kyai karena itu peranan pesantren sangat perlu untuk ditampilkan.
Pada dasarnya pondok pesantren mendidik pada santrinya dengan ilmu agama Islam agar mereka menjadi orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, berilmu yang mendalam dan beramal sesuai dengan tuntutan agamanya. Namun fungsinya sebagai sosialisasi nilai-nilai dari ajaran Islam ini tidaklah cukup bagi suatu pesantren untuk mampu bersaing dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya yang sudah berkembang dan modern, bahkan untuk bertahan saja ia harus berani beradaptasi dengan arus perubahan-perubahan sosial yang sangat pesat ini. Sehingga secara bertahap sistem pendidikan pesantren mampu berintegrasi dengan sistem pendidikan nasional.
Namun pada akhir-akhir ini ada kecenderungan dari beberapa pondok pesantren yang tidak hanya membekali santrinya dengan pengetahuan agama saja, akan tetapi sudah mulai membekali santrinya dengan keterampilan-keterampilan seperti pertanian, hal ini terutama didasari oleh adanya tuntutan masyarakat yang menghendaki adanya output yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan itu terampil dan siap pakai.
Saat ini bangsa Indonesia sangat giat dalam gerak pembangunan. Hal ini untuk mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia seutuhnya. Pondok pesantren sangat memegang peranan penting sebab yang dimaksud manusia Indonesia seutuhnya adalah manusia yang selalu dapat mengendalikan diri, dapat menjaga keseimbangan matriil dan sprituil antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dalam penelitian ini peneliti mengambil rumusan masalah sebagai berikut:
Bagaimana peran pondok pesantren dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di pondok pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep?
Bagaimana pelaksanaan program kegiatan pondok pesantren Nurul Islam dalam kaitannya dengan peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di Desa Karangcempaka Bluto Sumenep?
Apa saja faktor-faktor penunjang dan faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di Desa Karangcempaka Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep yang dilakukan oleh pondok pesantren Nurul Islam?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penelitian yang berhubungan dengan partisipasi pondok pesantren dalam pengembangan masyarakat khususnya di pondok pesantren Nurul Islam, mempunyai beberapa tujuan sebagai berikut:
Mengetahui peran pondok pesantren dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di pondok pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep.
Mengetahui pelaksanaan program kegiatan pondok pesantren Nurul Islam dalam kaitannya dengan peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di Desa Karangcempaka Bluto Sumenep.
Mengetahui faktor-faktor penunjang dan faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di Desa Karangcempaka Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep yang dilakukan oleh pondok pesantren Nurul Islam.


D. Manfaat penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan bisa mendapatkan informasi dan temuan yang mendalam tentang fenomena peran pondok pesantren dalam pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat. Selanjutnya penelitian ini diharapakan dapat berguna bagi:
Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai wahana dalam memperoleh informasi dan pengetahuan peneliti untuk melatih diri dalam menganalisa masalah-masalah kependidikan khususnya tentang berbagai permasalahan tentang upaya-upaya pengembangan masyarakat yang dihadapi oleh pondok pesantren dan bagaimana peran pondok pesantren dalam pengaplikasian program tersebut.
Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan pendidikan Islam, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan dan sumber informasi penelitian lebih lanjut yang mengkaji tentang permasalahan peran pondok pesantren dalam pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat.
Bagi Lembaga Pendidikan
Sedang bagi lembaga pendidikan, hasil penelitian ini merupakan tolak ukur dari berbagai upaya yang telah dilakukan dalam mengatasi berbagai permasalahan yang berhubungan dengan peran pesantren dalam pengembangan masyarakat.
E. Ruang Lingkup dan pembatasan penelitian
Untuk menghindari kesimpangsiuran dan ketidakfokusan masalah dalam pembahasan ini, maka ruang lingkup dan pembahasan penelitian ini dibatasi pada masalah-masalah yang berkaitan dengan peran dan partisipasi pondok pesantren Nurul Islam Bluto-Sumenep dalam pengembangan pendidikan Islam masyarakat, meliputi:
Peran pondok pesantren dalam pengembangan pendidikan masyarakat meliputi:
a. Peran pengasuh
b. Peran yang dilakukan para santri.
Kegiatan yang dilakukan dalam prningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat meliputi:
a. Adanya kegiatan pembelajaran baik bersifat formal maupun non formal (pengajian kitab kuning, ceramah, dll).
b. Kegiatan ritual keagamaan (diba’an, tahlil, dll).
c. Kegiatan pondok pesantren yang bertujuan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat (pembagian zakat, penyantunan anak yatim dan bantuan pendidikan bagi anak yang kurang mampu).
Metode yang digunakan dalam belajar mengajar meliputi:
Keprofesionalan pesantren dalam menggunakan metode yang disesuaikn dengan bakat dan minat para santri, sehingga para santri tersebut bisa lebih kreatif dalam kehidupan sehari-hari.

F. Penegasan Judul
Pondok Pesantren merupakan sebuah sistem yang unik. Tidak hanya unik dalam pendekatan pembelajaran tetapi juga unik dalam pandangan hidup dan tata nilai yang dianut, cara hidup yang ditempuh, struktur pembagian kewenangan dan semua aspek-aspek kependidikan dan kemasyarakatan lainnya.
Keunikan lain dari sistem pendidikan yang ada di pondok pesantren adalah adanya keterlibatan masyarakat baik langsung maupun tidak langsung dalam berpartisipasi memajukan pesantren maupun dalam partisipasi dalam upaya pengembangan pendidikan agama Islam di masyarakat secara umum. Dasar pemikiran inilah yang melandasi keinginan penulis untuk menyajikannya dalam suatu penelitian yang dikhususkan untuk mengkaji tentang peran pondok pesantren terhadap pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat. Peran pondok pesantren tersebut juga mencakup perubahan tingkah laku, baik dari segi kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotorik (keterampilan).

G. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran mengenai isi laporan dari penelitian ini yang sesuai dengan judul skripsi ”Peran Pondok Pesantren dalam peningkatan Pendidikan agama Islam pada Masyarakat di Pondok Pesantren Nurul Islam Karang Cempaka-Sumenep” maka sistematika pembahasan disusun sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN. Dalam pendahuluan ini penulis menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, penegasan judul dan sistematika pembahasan.
BAB II KAJIAN TEORI. Dalam kajian teori ini penulis menguraikan tentang pembahasan pondok pesantren, pesantren dan peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat yang mana didalamnya meliputi hakekat pondok pesantren, karakteristik dan fungsi pondok pesantren serta upaya pondok pesantren dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam metodologi penelitian ini penulis menguraikan tentang pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, prosedur dan pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan temuan dan tahapan-tahapan penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN. Di dalam hasil penelitian ini, peneliti menguraikan tentang latar belakang objek yang meliputi sejarah berdirinya Pondok Pesantren Nurul Islam Karang Cempaka-Sumenep, lokasi dan letak geografis Pondok Pesantren Nurul Islam Karang Cempaka-Sumenep, keadaan para santri dalam Pondok Pesantren Nurul Islam Karang Cempaka-Sumenep, keadaan masyarakat disekitar Pondok Pesantren Nurul Islam Karang Cempaka-Sumenep dan segala kegiatan yang ada di Pondok Pesantren Nurul Islam Karang Cempaka-Sumenep serta faktor penunjang dan penghambat terhadap pelaksaan dinamika kehidupan masyarakat di desa sekitarnya.
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Dalam pembahasan hasil penelitian ini berisi tentang temuan-temuan dari hasil penelitian dan analisis hasil penelitian yang telah peneliti lakukan.
BAB VI PENUTUP. Dalam penutup ini berisikan tentang kesimpulan dari pembahasan, dan juga saran atas konsep yang telah ditemukan pada pembahasan.















BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Pesantren dan Pengembangan Pendidikan Masyarakat
Berbicara tentang pondok pesantren tentu tidak terlepas dari unsur-unsur yang ada dan terkait dengan pondok pesantren dari keseluruhan komponennya, mulai dari peran seorang kyai sebagai fasilitator, santri sebagai obyek yang digerakkan sampai pada perlengkapan sarana dan prasarananya.
Meskipun pada mulanya banyak pondok pesantren dibangun sebagai pusat spiritual, yakni tumbuh berdasarkan sistem-sistem nilai yang bersifat jawa, namun para penunjangnya tidak hanya semata-mata menanggulangi isi agama saja. Pesantren bersama-sama muridnya atau kelompoknya yang akrab mencoba melaksanakan gaya hidup yang menghubungkan kerja dengan pendidikan serta membina lingkungan desa berdasarkan struktur budaya dan sosial. Karena itu pesantren mampu menyesuaiakn diri dengan masyarakat yang amat berbeda maupun dengan kegiatan-kegiatan individu yang beraneka ragam.
Pengertian Pesantren
Mengenai arti pondok pesantren ada bermacam-macam pendapat yaitu diantaranya:
Menurut Nurchalis Majid yaitu :
“Pondok atau pesantren adalah lembaga yang mewujudkan porses wajar perkembangan sistem pendidikan nasional. Dari segi historis, pesantren tidak hanya mengandung makna keIslaman, tetapi juga keahlian (indigonous) Indonesia; sebab lembaga yang serupa, sudah terdapat pada masa kekuasaan hindu-budha, sedangkan Islam meneruskan dan mengislamkannya”.

Terlepas dari persoalan analisis sejarah apakah pesantren merupakan kelanjutan dari sistem gilda pada pengamal tasawuf di Indonesia dan Timur Tengah pada masa lalu atau merupakan wujud dari sistem pendidikan hindu-budha yang telah terIslamkan, namun kini orang telah banyak yang telah mengakui bahwa pesantren ditambah lagi dengan madrasah, sudah merupakan kenyataan hidup di bumi Indonesia. Bahkan berbeda dengan perkiraan resmi sebelumnya, peranan dan kedudukan pesantren di masyarakat ternyata jauh lebih besar, kuat dan penting.
Pesantren sebagai lembaga keagamaan telah cukup jelas, karena motif, tujuan serta usaha usahanya bersumber pada agama. Pesantren tumbuh dan berkembang atas cita agama, yang akan hilang manakala motif dan corak keagamaannya hilang. Pernyataan ini juga ditegaskan Zamakhsyari Dhofir sebagaimana berikut:
“Pada dasarnya pondok pesantren adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dima para santrinya tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai. Asrama dan para santri atau siswa tersebut berada dilingkungan kompleks pesantren diman kyai bertem[pat tinggal juga menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar dan kegiatan-kegiatan keagamaan yang lain. Komplek ini biasanya dikelilingi dengan tembok untuk mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku”.


Sedangkan menurut Sudjoko Prasodjo bahwa pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam, umumnya dengan cara klasikal, dimana seorang kyai mengajarkan ilmu agama Islam kepada para santri-santrinya berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa arab oleh ulama pada abad pertengahan, dan santri biasanya tinggal di dalam pondok pesantren.
Namun dewasa ini banyak juga pesantren-pesantren yang telah menggunakan sistem baru sebagai perombakan dari sistem lama, namun bukan berarti menghilangkan ciri khas pesantren, akan tetapi bagaimana dengan sistem yang baru tersebut dapat mengimbangi kemuan ilmu pengetahuan yang semakin berkembang. Sehingga kegiatan pendidikan yang ada di pesantren tidak ketinggalan dengan pendidikan yang ada di luar pesantren, juga menggambar daya tarik yang khas yang ada di pesantren.
Selanjutnya dari beberapa pendapat di atas ada kesamaan pandangan, bahwa pondok pesantren mempunyai ciri sebagai berikut:
Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam.
Mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam.
Setiap pondok pesantren dipimpin oleh seorang kyai yang merupakan suri tauladan bagi para santrinya.
Mempunyai sistem pendidikan dan pengajaran tertentu.
Masjid sebagai pusat pengamalan dan kegiatan ajaran Islam secara keseluruhan.
Para santri tinggal di asrama.
Setelah dipahami dari pendapat-pendapat dan ciri-ciri pondok pesantren di atas, maka dapat dikemukakan bahwa pengertian pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang dipimpin oleh seorang kyai, mempunyai sistem pendidikan dan pengajaran tertentu, para santri tinggal diasrama dan masjid sebagai pusat kegiatan ajaran Islam.
Adapun bentuk dan sistem pengajaran yang ada di pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang minimal terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu:
Kyai/syeikh/ustadz yang mendidik serta mengajar.
Santri dengan asramanya, dan
Masjid
Kegiatannya mencakup “Tri Darma Pondok Pesantren”, yaitu:
Keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT.
Pengembangan keilmuan yang bermanfaat dan
Pengabdian terhadap agama, masyarakat dan Negara.
Dalam sejarah perkembangan pondok pesantren, memiliki sistem pendidikan dan pengajaran non-klasikal, yang dikenal dengan nama (bandungan, sorogan, dan wetonan).
Penyelenggaraan sistem pendidikan dan pengajaran ini berbeda-beda anatara satu pondok pesantren dengan pondok pesantren yang lain, dalam arti tidak ada keseragaman sistem dan penyelenggaraan pendidikan dan pengajarannya.
Pada sebagian pondok, sistem penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran yang seperti ini makin lama semakin berubah karena dipengaruhi oleh perkembangan pendidikan di tanah air serta tuntutan dari masyarakat di lingkungan pondok pesantren itu sendiri. Dan sebahagian pondok lagi tetap mempertahankan sistem pendidikan yang semula. Dalam kenyataannya penyelenggaraan sistem pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren dewasa ini dapat digolongkan kepada tiga bentuk:
1. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non klasikal (sistem bandungan dan sorogan) dimana seorang kyai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa arab oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan, sedang para santri biasanya tinggal dalm pondok / asrama dalam pesantren tersebut.
2. Pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada dasarnya sama dengan pondok pesantren tersebut diatas tetapi para sntrinya tidak disediakan pondok dikomplek pesantren, namun tinggal tersebar keseluruh penjuru desa sekeliling pesantren tersebut (santri kalong), dimana cara dan metode pendidikan dan pengajaran agama Islam diberikan dengan sistem weton yaitu para santri datang berduyun-duyun pada waktu-waktu tertentu (umpama tiap hari jumat, minggu, selasa dan sebagainya).
3. Pondok pesantren dewasa ini adalah merupakan lembaga gabungan antara sistem pondok danpesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan sistem bandongan, sorogan , atau wetonan dengan para santri disediakan pondokan ataupun merupakan santri kalong yang dalam istilah pendidikan pondok modern memenuhi kreteria pendidikan non formal serta menyelenggarakan juga pendidikan formal terbentuk madrasah dan bahkan sekolah umum dalam berbagai bentuk tingkatan dan aneka kejuruan menurut kebutuhan masyarakat masing-masing.
Ditinjau dari bentuk pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren di atas, di dalam kenyataannya sebagian pondok tetap mempertahankan pada bentuk pendidikan semula, sebagian lagi mengalami perubahan. Hal ini disebabkan oleh tuntutan zaman dan perkembangan pendidikan di tanah air.

Peran pesantren dalam proses pembangunan sosial
Perspektif histories menempatkan pesantren pada posisi yang cukup istimewa dalam khazanah perkembangan sosial budaya masyarakat Indonesia. Abdurrahman Wahid nmenempatkan pesantren sebagai subkultur tersendiri dalam masyarakat Indonesia. Menurutnya, lima ribu podnok pesantren yang tersebar di enam puluh delapan puluh desa merupakan bukti tersendiri untuk menyatakan sebagai subkultur.
Bertolak dari pandangan Wahid di atas, tidak terlalu berlebihan apabila pesantren di posisikan sebagai satu elemen determinan dalam struktur piramida sosial masyarakat Indonesia. Adanya posisi penting yang disandang pesantren menuntutnya untuk memainkan peran penting pula dalam setiap proses-proses pembangunan sosial baik melaui potensi pendidikan maupun potensi pengembangan masyarakat yang dimilikinya. Seperti dimaklumi, pesantren selama ini dikenal dengan fungsinya sebagai lembaga pendidikan yang memiliki misi untuk membebaskan peserta didiknya (santri) dari belenggu kebodohan yang selama ini menjadi musuh dari dunia pendidikan secara umum. Pada tataran berikutnya, keberadaan para santri dalam menguasai ilmu pengetahuan dan keagamaan akan menjadi bekal mereka dalam berperan serta dalam proses pembangunan yang pada intinya tiada lain adalah perubahan sosial menuju terciptanya tatanan masyarakat yang lebih sempurna.
Selaras dengan pandangan pembangunan sebagai proses perubahan sosial, pembangunan itu tiada lain merupakan pencerminan kehendak untuk terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan merata, serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis berdasarkan pancasila. Pembangunan nasional diarahkan untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan lahir bati, termasuk terpenuhinya rasa aman, tentram dan keadilan.
Dalam kontek ini, praktek pembangunan sosial itu bukan saja menjadi milik dan tanggung jawab institusi pemerintah, melainkan tanggung jawab besama antara pemerintah dan masyarakat. Hanya saja, keberadaan pesantren tidak memiliki kewenangan langsung untuk merumuskan aturan sehingga perannya dapat dikategorikan ke dalam apa yang dikenal dengan partisipasi. Dalam hal ini, pesantren melalui kyai dan santri didikannya cukup potensial untuk turut menggerakkan masyarakat secara umum. Sebab, bagaimanapun juga keberadaan kyai sebagai elit sosial dan agama menempati posisi dan peran sentral dalam struktur sosial masyarakat Indonesia.
Salah satu sector penting dalam pembangunan sosial yang mendapatkan perhatian serius hampir dalam setiap pelaksanaan pembangunan adalah aspek pendidikan. Bidang pendidikan itu sendiri telah menjadi pilar utama penyangga keberhasilan pelaksaan pembangunan sosial. Hampir bisa dipastikan, bagi suatu daerah yang masyarakatnya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi cenderung memiliki tingkat keberhasilan pembangunan yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan daerah yang rata-rata tingkat pendidikan masyarakatnya relative rendah.
Terkait dengan pembangunan dibidang pendidikan, pesantren dalam praksisnya sudah memainkan peran penting dalam setiap proses pelaksanaan kegiatan tersebut. Para kyai atau para ulama yang selama ini menjadi figuran masyarakat Indonesia, dan bukan sekedar sosok yang dikenal sebagai guru, senantiasa peduli dengan lingkungan sosial masyarakat di sekitarnya. Mereka biasanya memiliki kometmen tersendiri untuk turut melakukan gerakan transformasi sosial melaui pendektan keagamaan. Pada esensinya, dakwah yang dilakukan kyai sebagai medium transformasi sosial keagamaan itu diorientasikan kepada pemberdayaan salah satunya aspek kognitif masyarakat. Pendidirian lembaga pendidikan pesantren yang menjadi ciri khas gerakan transformasi sosial keagamaan para ulama menendakan peran penting mereka dalam pembangunan sosial secara umum melalui media pendidikan. Muculnya, tokoh-tokoh informal berbasis pesantren yang sangat berperan besar dalam menggerakkan dinamika kehidupan sosial masyarakat desa. Misalnya, tidak bisa dilepaskan dari jasa dan peran besar kyai atau ulama. Demikian pula, laihrnya pendidikan modern yang cukup pesat dewasa ini secara geneologis tidak bisa dilepaskan pula dari akarnya yakni pendidikan pesantren.

Karakteristik dan Fungsi Pondok Pesantren
Pada mulanya banyak pesantren dibangun sebagai pusat reproduksi spiritual, yakni tumbuh berdasarkan sistem-sistem nilai yang bersifat Jawa. Akan tetapi para penunjangnya tidak hanya semata-mata menanggulangi isi pendidikan agama saja. Pesantren bersama-sama muridnya atau kelompoknya yang akrab mencoba melaksanakan gaya hidup yang menghubungkan kerja dan pendidikan serta membina lingkungan desa berdasarkan struktur budaya dan sosial. Karena itu pesantren mampu menyesuaikan diri dengan bentuk masyarakat yang amat berbeda maupun dengan kegiatan-kegiatan individu yang beraneka ragam.
Kehidupan pesantren sendiri mempunyai ciri-ciri yang justru menjadi identitas dirinya yang bisa dikatakan unik namun masih bisa bertahan dalam menghadapi arus modernisasi. Adapun ciri-ciri tersebut diantaranya:
ada Kyai yang mengajar dan mendidik.
ada santri yang belajar dari Kyai.
ada masjid.
ada pondok atau asrama tempat para santri bertempat tinggal.
Disamping karakter pondok pesantren secara khas seperti yang ada diatas, disini juga pula karakteristik pondok pesantren yang lainnya, antara lain sebagai berikut:
Sistem kebebasan yang lebih besar dibanding dengan murid-murid di sekolah-sekolah modern didalam bertindak dan berinisiatif sebab hubungannya antara kyai dan santri bersifat dua arah yaitu ada hubungannya timbal balik seperti adanya anak dan orang tua.
Kehidupan pesantren menanamkan semangat demokrasi dikalangan santri, karena mereka praktis harus bekerja sama untuk mengetahui problem non kurikuler.
Para santri tidak mengidap penyakit ijazah sebab sebagian besar pesantren tidak mengeluarkan ijazah, ini membuktikan ketulusan motivasi mereka dalam belajar agama, maka sebagai hasilnya mereka akan mendapat ridlo Allah SWT.
Selain mengajarkan pelajaran agama, pesantren juga menekankan kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, persamaan di hadapan Allah SWT, rasa percaya diri dan bahkan berani hidup mandiri.
Para alumni pesantren-pesantren tidak berkeinginan menduduki jabatan yang ada di pemerintahan dan karenanya hampir tidak dapat dikuasai oleh pengusaha.

Dari ciri-ciri atau karakteristik tersebut dapat kami simpulkan dalam ciri-ciri utama dalam pondok pesantren adalah kesederhanaan, kepatuhan, kedisiplinan sampai pada persaudaraan atau ukhuwah Islamiyah yang terpancar dari para santri dalam suatu pondok pesantren. Dalam perkembangannya pemerintah pernah menawarkan sebuah bantuan pada pondok pesantren baik fisik maupun non fisik, akan tetapi pondok pesantren secara bertahap dapat berdiri sendiri tanpa adanya bantuan yang dapat mengolah, karena jika sudah memperoleh bantuan dan segala fasilitas, maka pondok pesantren akan kehilangan karakteristiknya dan tidak mempunyai hak otonom lagi dalam meningkatkan dan mengembangkan pondok pesantrennya.
Keseluruhan sistem nilai dari ciri utama di atas pada dasarnya dapat membawakan sebuah dimensi dalam kehidupan pesantren, yakni kemampuan untuk berdiri diatas kaki sendiri. Kemandirian ini dimanefestasikan dalam berbagai bentuk keluwesan struktur kurikuler dalam pengajaran dan pendidikan, hingga kemampuan pada warganya untuk menahan diri dari godaan menempuh pola konsumsi yang cenderung pada kemewahan hidup.
Kemampuan hidup mandiri ini terlihat pula dalam kepercayaan yang diberikan kepada pemimpin pesantern untuk mengelola harta masyarakat untuk berbagai keperluan yang ditentukan bersama, seperti dana kematian, pembangunan rumah ibadah, dan santunan bagi mereka yang ditimpa musibah dan anak yatim, sampai dana untuk pembangunan sarana prasarana fisik desa yang telah dikumpulkan secara swadaya.
Berdasarkan pada kenyataan diatas, jelas para pemimpin dan warga pesantren serta lembaga pendidikan memiliki cukup kuat untuk mempelopori perubaha-perubaha mendasar dalam kehidupan mesyarakat yang sedang membangun.
Kehidupan masyarakat pada umumnya sangat berbeda antara yang satu dengan yang lain, perbedaan itu disebabkan struktur masyarakat yang ada juga faktor tempat mempunyai peranan penting dalm hal tersebut, disamping faktor-faktor lain yang mempengaruhi masyarakat itu, sehingga tampak jelas sekali perbedaannya apakah masyarakatnya termasuk golongan tinggi, menengah, kota, pedesaan dan sebagainya.
Pesantren dapat mendorong masyarakat untuk menentukan wadah dan wahana perembukan yang hidup di luar struktur pengambilan keputusan formal di tingkat desa, dengan demikian lebih mampu menampung aspirasi masyarakat sekitarnya, karena kecilnya hambatan psikologis bagi mereka untuk menyatakan pendapat secara bebas dalam lingkungan sendiri. Pesantren juga dapat mendorong ditempuhnya cara dan proses pembangunan yang tidak memerlukan biaya banyak, karena prinsip hemat dan swadaya berdasarkan kemampuan masing-masing telah menjadi bagian integral dari kerjasama membangun dari yang telah dicontohkan selama ini.
Kemampuan mendorong tumbuhnya swadaya masyarakat sekitarnya, didasari karena kemampuannya untuk melestarikan dan mendinamisir lembaga-lembaga tradisional yang ada. Pada hakekatnya banyak hal yang dapat diperankan oleh pesantren dan perangkat lembaga pendidikannya, asal saja semual memang para pemimpin dan segenap warganya menyadari benar siapa mereka dan apa potensi yang telah dimilikinya. Dari sinilah dapat dimulai kerja mendinamisir dan mempelopori jalannya proses pembangunan meskipun dalam cakupan sangat mikro tetapi cukup.
Betapa besar potensi pesantren dalam mengembangkan pendidikan masyarakat bawah, bukan saja potensi tersebut menjadi peluang strategis dalam pemgembangan masyarakat desa, tetapi juga akan memperkokoh lembaga pesantren sendiri sebagai lembaga kemasyarakatan. Dan memang kenyataannya yang berlangsung bahwa secara moril, pesantren adalah milik masyarakat meluas, sekaligus menjadi panutan berbagai keputusan politik, agama dan etika.

Pesantren dan Perkembangannya di Indonesia
Dalam pembahasan ini penulis memaparkan tentang sejarah perkembangan pondok pesantren di Indonesia yang terbagi dalam tiga fase yaitu:
1. Pondok pesantren pada era permulaan perkembangan Islam.
2. Pondok pesantren pada era permulaan penjajahan.
3. Pondok pesantren pada era kemerdekaan.
4. Pondok pesantren pada era orde baru.
5. pondok pesantren era reformasi.


Adapun uraian dari masing-masing fase tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pondok Pesantren pada Era Permulaan Perkembangan Islam
Membicarakan sejarah pesantren maka akan berkaitan dengan sejarah masuknya Islam di Indonesia. Berbagai pendapat telah dikemukakan oleh para ahli tentang kapan masuknya Islam di Indonesia. Namun demikian telah ada kesepekatan setelah diadakan seminar di Medan tahun 1963, dengan kesimpulan sebagai berikut:
Menurut sumber bukti yang terbaru, Islam pertama kali datang di Indonesia pada abad ke-7 M/1H dibawa oleh pedagang dan mubaligh dari Arab.
Daerah yang pertama kali dimasuki ialah pantai barat pulau Sumatra yaitu di daerah Baros, tempat kelahiran ulama besar bernama Hamzah Fansyuri. Adapun kerajaan Islam yang pertama kali adalah Pasai.
Dalam proses pengIslaman selanjutnya, oran-orang Islam bangsa Indonesia ikut aktif mengambil bagian yang berperan, dan proses iti berjalan dengan damai.
Kedatangan Islam di Indonesia ikut mencerdaskan rakyat dan membina karakter bangsa. Karakter tersebut dapat dibuktikan pada perlawanan rakyat melawan penjajahan bangsa asing dan daya tahannya mempertahankan karakter tersebut selama dalam zaman penjajahan barat dalam kurun waktu 350 tahun.
Dari keputusan seminar tersebut kiranya dapat dijadikan landasan bahwa masuknya Islam pertama kali di Indonesia adalah abad pertama hijriyah atau abad ke-7 M. dan kerajaan Islam yang pertama kali berdiri adalah kerajaan pasai. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat itu masyarakat sudah banyak yang memeluk agama Islam. Sebab tidak mungkin berdiri suatu kerajaan Islam apabila penduduknya tidak beragama Islam.
Sedangkan di pulau Jawa, Islam pertama kali masuk sekitar tahun 1399 M. dibawa oleh Maulana Malik Ibrahim dengan keponakannya yang bernama Makdum Ishaq yang menetap di Gersik. Beliau adalah orang arab yang pernah tinggal di Gujarat. Selanjutnya perkembangan Islam di pulau Jawa tidak bisa lepas dari peran aktif peran sufi yang dikenal dengan wali songo. Karena pada waktu itu masyarakat Jawa khususnya masih beragama Hindu-Budha, maka wali songo menyiarkan Islam dengan cara mengadakan akulturasi antara kebudayaan yang ada dengan Islam.
Penyebaran agama Islam di pulau Jawa tidaklah mudah, karena kendala yang paling dominan adalah kondisi masyarakatnya yang diwarnai oleh tradisi agama hindu dan budha dengan segala keritualannya telah menjadi bagian hidup mereka. Namun wali songo telah berhasil memasukkan agama Islam dengan metode yang strategis memperkenalkan Islam pada kehidupan mereka melalui nilai-nilai Islam dengan meresumnya di tengah-tengah budaya masyarakat dengan seksama. Sehingga tanpa ada unsur paksaan perlahan-lahan masyarakat banyak yang mengikuti agama Islam. Dan wali songo sendiri adalah orang-orang yang shaleh yang tingkat ketaqwaannya kepada Allah sangat tinggi. Ada yang menonjol ilmu tasawufnya, seni budayanya, ada yang memegang pemerintahan dan militer secara langsung. Semua itu diabadikan untuk pendidikan dan dakwah Islam.
Setelah Islam masuk ke Indonesia dalam waktu yang cukup lama masyarakat sudah merasa butuh santapan rohani, maka banyak sekali masyarakat yang menuntut ilmu-ilmu agama Islam. Tempat yang digunakan untuk belajar pada awalnya adalah di surau-surau atau masjid. Namun karena yang belajar ilmu agama tersebut bertambah banyak dan berasal dari daerah-daerah lain dan sekaligus menginap disitu, hal inilah yang menyebabkan timbulnya hasrat untuk mendirikan pondok pesantren.
Adapun bentuk dari bangunan pondok tersebut terdiri dari bangunan yang terbuat dari bambu dan berbentuk persegi dan bagi desa-desa yang agak makmur bangunan tersebut terbuat dari batang-batang kayu sebagai tiangnya.
Untuk pengajaran-pengajaran yang diberikan di pondok pesantren pada masa ini adalah menganai pokok-pokok agama. Misalnya tentang rukun iman, rukun Islam serta syariat Islam, seperti ilmu fiqih baik tentang ibadah maupun muamalatnya. Dan diberikan juga pengatahuan yang berhubungan dengan bahasa arab (ilmu shorof dan ilmu alat lainnya) serta ilmu hadist, Al Quran dan tafsirnya, ilmu kalam tsawuf pada tingkat yang sudah cukup tinggi.
Pesantren-pesantren lama jarang mempunyai peraturan-peraturan tertentu untuk menerima murid. Misalnya mengenai umur dan kecakapannya untuk menjadi santri, begitu juga tidak terdapat pembagian kelas atau daftar pelajaran tertentu. Karena memang tujuan utama dan peranna pesantren tersebut sekedar untuk menyiarkan agama Islam sekaligus dengan niat ibadah.
2. Pondok Pesantren pada Era Permulaan Penjajahan
Dalam pembahasan ini penulis mulai dari perjuangan kerajaan dengan usaha menunjukkan masjid dan pondok pesantren. Dimana kalangan kerajaa mempelori langsung pendirian masjid dan pondok pesantren yaitu pada masa kerajaan Demak yang pindah ke kerajaan Pajang. Dan setelah kerajaan Islam pindah lagi dari pajang ke Mataram pada tahun 1588 M, perhatian untuk menunjukkan masjid dan pondok pesantren semakin besar, lebih-lebih di masa pemerintahan Sultan Agung.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung adalah zaman kejayaan pendidikan Islam. Sebagai raja Mataram ke III (1613-1645 M) beliau sangat memperhatikan ketentuan yang ada dalam bayangkare islah, bahwa segala unsur adat istiadat, seni budaya dan kegemaran masyarakat dijadikan media dakwah ajaran Islam. Supaya ajaran tersebut mudah diterima dan dicerna masyarakat awam.
Pada tingkat yang tinggi pengajian kitab hanya diberikan oleh seorang kyai atau syeh kepada guru-guru muda dan santri yang terpandai. Dan sistem yang dipakai adalah halaqoh, yaitu murid hanya mendengarkan keterangan guru, sementara itu kemajuan sebagai guru muda terlihat dari kepandaiannya menerangkan pelajarannya kepada murid-muridnya. Akhirnya kalau ia dipandang alim oleh murid dan gurunya ia menjadi kyai pula di daerah asalnya.
Pada pesantren tingkat tinggi materi yang diberikan adalah bersumber dari kitab-kitab karangan ulama terdahulu dalam berbentuk syarah dengan berbagai cabang ilmu agama seperti fiqh, tafsir, hadits, ilmu kalam, tasawuf, nahwu sharof dan lain sebagainya.
Dengan adanya penekanan yang keras dari belanda terhadap Islam, akhirnya organisasi pendidikan Islam di zaman Sultan Agung dibinasakan. Belanda memperkenalkan sekolah-sekolah modern menurut sistem persekolahan yang berkembang di dunia barat, sehingga sedikit banyak telah mempengaruhi sistem pendidikan di pesantren.
Meskipun penekanan yang dilakukan oleh Belanda terasa berat, namun pondok pesantren tetap bertahan bahkan secara diam-diam mereka melebarkan sayapnya dalam masyarakat Islam Indonesia dan dapat tumbuh berkembang dengan pesat. Hal ini disebabkan karena agama telah tersebar luas keseluruh pelosok tanah air dan sarana yang paling popular untuk pembinaan kader-kader Islam dan mencetak ulama Islam adalah masjid dan pondok pesantren.
Kedudukan kyai di lingkungan kerajaan dan keraton berada dalam posisi kunci, sehingga pembinaan pondok pesantren mendapat perhatian para Sultan dan raja-raja Islam. Apalagi usaha Belanda yang menyalakan politik memecah belah dengan adu domba diantara para raja dan ulama Islam semakin mempertinggi semangat jihat ummat Islam untuk melawan Belanda. Maka terjadilah yang dipimpin oleh para raja dan ulama Islam.
Selama ini di pondok pesantren telah ditanamkan semboyan bahwa cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Maka tak heran apabila masyarakat Islam yang dipimpin oleh kyai berjuang mempertaruhkan jiwa dan raga melawan Belanda mempertahankan Negara. Banyak juga para ulama yang uzlah ke tempat-tempat yang jauh dari intaian Belanda dan mereka mendirikan pondok pesantren.
Kemunduran pendidikan Islam disebabkan karena Belanda mendirikan sekolah desa, sekolah sumbangan yang menyaingi pendidikan agama yang ada dipesantren. Pendidikan ini didirikan dengan maksud untuk membuka jalan pagi pekerjaan tertentu pada pemerintah atau swasta.
Dengan adanya gairah memperjuangkan agama dan panggilan jiwa dari para ulama dan para kyai untuk melakukan dakwah dan menanamkan nilai-nilai Islam kepada seluruh masyarakat, terutama kepada masyarakat Islam yang belum menjalankan syariat Islam secara seluruhnya meskipun Belanda menghalanginya, hal ini semakin mendorong tumbuhnya pesantren-pesantren baru dengan pesatnya.
Banyak guru-guru agama yang berusaha untuk mengadakan perbaikan-perbaikan yang mula-mula dicapai oleh pemakaian buku-buku pelajaran baru yang dibawa oleh kyai sekembalinya mereka belajar di Mekkah atau yang dipesan langsung dari Mesir. Apalagi dengan kelancaran hubungan antara Indonesia dengan Mekkah, maka banyak para guru dan pemuda yang memperdalam ilmu agama di Mekkah, setelah kembali ke tanah air dan dengan ilmu yang di dapat, mereka mendirikan pondok pesantren ditempat asalnya dengan menerapkan cara-cara belajar seperti yang di Mekkah. Maka dari itu disinilah dengan pesantren-pesantren baru yang mencoba memajukan dan mengangkatnya menjadi pondok pesantren yang sesuai dengan tuntutan zaman.
Dengan adanya penekanan yang keras pada ummat Islam dalam upaya merusak Islam dengan menggunakan strategi pendangkalan agama Islam dari ajaran yang utuh (hablummunallah dan hablumminannas) mengarah keajaran yang sekularisme, ritualisme dan spritualisme. Disamping itu Belanda juga mempropagandakan ajaran subtitusi yakni agama yang mereka anut “Kristen” dan ajaran tradisional adat nenek moyang terhadap ummat Islam sendiri dan mengupayakan rekayasa sosial dan bertindak kejam, yakni memiskinkan, membodohkan dan melemahkan kemampuan ummat Islam dengan cara memberikan kepada mereka kesempatan untuk tidak menikmati pendidikan tinggi.
Dalam keadaan seperti pesantren lahir pada saat yang tepat karena sangat fungsional dalam memberikan jawaban terhadap tantangan-tantangan baik dalam bidang politik maupun sosial budaya. Namun dalam proses penjelmaan sejarah peradaban manusia yang begitu cepat berkembang, pondok pesantren secara bertahap kehilangan kemampuan sosialnya karena mereka tetap berada pada lingkup yang kecil padahal kamjuan arus informasi dan teknologi semakin pesat. Akhirnya pondok pesantren terisolir dari pergaulan peradaban dunia rekayasa penjajah. Buku-buku pesantren tetap lama, kalaupun ada buku-buku baru itupun diseleksi oleh penguasa penjajah agar tidak dimasukkan buku-buku ulama modern dan luar negeri khususnya yang menyangkut masalah sosial kemasyarakatan. Ilmu pengetahuan dan teknologi tidak terjamah oleh mereka karena memang tidak diperknelakan kepada kalangan pondok pesantren. Apakah oleh tipuan penjajah dengan isu ilmu iblis atau memang sengaja disembunyikan oleh penjajah tersebut. Kaum santri tidak pernah memiliki kesempatan menjadi penguasa di dalam sistem sosial (seperti menjadi lurah, camat apalagi kanjeng) paling tinggi sebagai pemimpin pondok pesantren yang sempit.
Dari sinilah mungkin ada sebagian orang berpendapat seperti yang sudah penulis paparkan dalam penjelasan terdahulu, bahwa pondok pesantren menjelang kemerdekaan pernah mengalami kemunduran bahkan merupakan simbol keterbelakangan yang memang mendapat penekanan yang berat dari penjajah.

3. Pondok Pesantren pada Era Kemerdekaan.
Masa kemerdekaan adalah penuh tantangan. Para santri kembali memiliki kebebasan melihat dunia sekitarnya, melihat hebatnya kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi, melihat ketatnya persaingan menduduki kursi kepemimpinan sosial dan melihat pula rusaknya akhlak manusia yang dholim tapi pandai, akan tetapi para santri memiliki banyak kelemahan, ilmu pengetahuannya rendah, fisiknya lemah. Akan tetapi dengan kondisi seperti itu ada beberapa pondok pesantren yang cepat mengidentifikasikan masalah ini dan segera menyesuaikan diri, membuat diri menjadi modern.
Diantara usaha penyesuaian diri itu adalah menyelenggarakan pendidikan formal, terutama madrasah disamping tetap meneruskan sistem lama berupa sistem wetonan dan sorogan. Tetapi perkembangan pendidikan formal dalam limgkungan pondok pesantren yang sudah terkenal dan telah mempunyai nama dikalangan masyarakat luas.
Dan untuk menjawab tantangn zaman dewasa ini maka tidak ada salahnya apabila pondok pesantren perlu didinamisir dan diikutsertakan dalam program pembangunan nasional dengan jalan mengembangkan beberapa ciri khas pondok pesantren yang dinilai positif dan menghilangkan kekurangan-kekurangan dan sifat-sifat pondok pesantren yang dinilai kurang baik atau kurang menguntungkan. Diantara kekurangan tersebut adalah orientasinya yang terlalu mementingkan kepentingan otak (menghafal) dan penonjolan keutamaan akhlak (segi tasawuf) dan kurang memperhatikan keterampilan tangan sebagai bakal yang bermanfaat kelak setelah ia terjun ke dalam masyarakat.
Meskipun dengan serba kekurangan, namun keteladanan pondok pesantren telah memperkuat eksistensi pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang telah menunaikan peranannya dalam membina dan mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia semenjak agama Islam tersebar di Negara kita.
Kalau dalam masa penjajahan, pondok pesantren banyak bergerak khususnya dalam menggerakkan, memimpin dan melakukan perjuangan dalam rangka mengusir penjaja. Dan tidak lupa pula bahwa dalam kondisi sekarang juga sangat jelas. Contoh lainnya adalah banyaknya pemimpin politik mendekati pesantren, terutama menjelang pemilu. Pemimpin politik itu tepat bila tidak mendekati para pemimpin pesantren berarti visi politik mereka rendah. Dan juga besar karena orang akan kehilangan keseimbangan dalam hidup orang akan lari pada pesantren.
Labih lanjut Nur Chalis Madjid masih menanyakan pondok pesantren pada masa kini dan masa yang akan datang karena peranan pesantren itu harus dapat menjawab tantangan yang membuatnya dipersimpangan jalan, yaitu prinsipnya antara meneruskan peranan yang telah di embannya selama ini, atau menempuh jalan menyesuaikan diri sama sekali dengan kondisi maksudnya adalah keikut sertaaan sepenuhnya dalam arus pengembangan ilmu pengetahuan (modern) termasuk didalamnya bagian yang merupakan ciri utama kehidupan ini, yaitu mengacu pada kehidupan teknologi.
Akan tetapi dalam tulisan beliau menyebutkan bagaimana cara pemecahannya agar pesantren tidak berada di persimpangan jalan yaitu mengemban amanat ganda, yaitu amanat keagamaan atau moral dan amanat pengetahuan sekaligus dengan serentak yang mana amanat ganda menyangkut:
Penggunaan waktu dana dan daya dengan sebaik-baiknya, logisnya faktor-faktor itu harus dipergunakan dua kali lipat lebih efektif dari pada sekarang ini.
Pelurusan yang diperlukan sebagai pengetahuan agama. Barang kali hal ini tidak perlu mengenai isi atau materi, tapi metode atau penyampaian dalam pengajaran. Juga menyangkut pengintensifan segi-segi yang bersifat pembentukan watak dan penciptaan suasana keagamaan.
Pemilihan yang tepat tentang ilmu pengetahuan mana yang terdekat dengan jangkauan penguasaan, lebih-lebih dikarenakan desakan keperluan ini relatif mudah, tinggal melihat saja dan membaca perkembangan masyarakat sesuai dengan ruang dan lingkup.
4. Pondok Pesantren Pada Era Orde Baru
Era Orde Baru disebut sebagai era diktatorisme, pada era ini peran agamawan dan pesantren ruang geraknya “dibatasi” pemerintah. Semacam ada perasaan fobia kepada para ulama dan kiai dari penguasa Indonesia. Sikap kritis para ulama kepada pemerintah seringkali membuat mereka mendekam dalam penjara. Pada masa masa itu pesantren tidak bisa memposisikan dirinya dalam pemerintahan. Mereka jarang bisa mewarnai pos-pos penting pemerintahan, seperti Menteri, ketua MPR, anggota DPR/DPRD bahkan Presiden. Ini menunjukkan ketidak berhasilan pesantren dalam mendidik anak-anak bangsa ini.
Adanya pembatasan ruang gerak dari pemerintah terhadap pesantrean membuat peran pesantren hanya terbatas pada wilayah-wilayah formal kelembagaan. Pada era orde baru pesantren belum bisa mewujudkan perannya secara menyeluruh dalam upaya pengembangan masyarakat baik dari aspek pengetahuan agama, sosial, ekonomi, maupun tehnologi. Pesantrean pada masa orde baru seakan menjadi lembaga pendidikan nomor dua setelah pendidikan formal milik pemerintah (SMP,SMA, dan Universitas), pengembangan pesantren juga tidak mendapat support dari pemerintah sehingga lembaga ini masih terkesan tradisional dan belum bisa menerima bentuk-bentuk modernisme.
Dalam konteks perjuangan, pesantren justru lebih banyak terjebak pada kepentingan yang bersifat pragmatis oportunis, banyak dari mereka yang pada saat-saat menjelang Pemilu rela menjadi agen politik untuk mempertahankan pemerintahan yang diktator dan berusaha memanipulasi usaha untuk mempertahankan kekuasaannya yang absolut. Pesantren dalam banyak kesempatan justru menjadi ajang pertarungan kepentingan perebutan kekuasaan atas nama agama. Hal ini bisa terjadi karena Pesantren tidak memiliki visi dan misi yang jelas dalam konstalasi perubahan sosial yang sedang berlangsung. Di tengah arus perubahan tata nilai sosial-budaya seperti sekarang ini, Pesantren tampak tidak memiliki sense of crisis sama sekali.
5. Pondok Pesantren Pada Era Reformasi
Pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab Islam klasik merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren. Pada saat ini, kebanyakan pesantren telah mengambil pengajaran pengetahuan umum sebagai suatu bagian yang juga penting dalam pendidikan pesantren, namun pengajaran kitab-kitab Islam klasik masih diberi kepentingan tinggi. Pada umumnya, pelajaran dimulai dengan kitab-kitab yang sederhana, kemudian dilanjutkan dengan kitab-kitab yang lebih mendalam dan tingkatan suatu pesantren bisa diketahui dari jenis kitab-kitab yang diajarkan.
Ada delapan macam bidang pengetahuan yang diajarkan dalam kitab-kitab Islam klasik, termasuk: 1.nahwu dan saraf (morfologi); 2.fiqh; 3.usul fiqh; 4.hadis; 5.tafsir; 6.tauhid; 7.tasawwuf dan etika; dan 8. cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah. Semua jenis kitab ini dapat digolongkan kedalam kelompok menurut tingkat ajarannya, misalnya: tingkat dasar, menengah dan lanjut. Kitab yang diajarkan di pesantren di Jawa pada umumnya sama.
Pesantren sekarang ini dapat dibedakan kepada dua macam, yaitu pesantren tradisional dan pesantren modern. Sistem pendidikan pesantren tradisional sering disebut sistem salafi. Yaitu sistem yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan di pesantren. Pondok pesantren modern merupakan sistem pendidikan yang berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem tradisional dan sistem sekolah formal (seperti madrasah).
Tujuan proses modernisasi pondok pesantren adalah berusaha untuk menyempurnakan sistem pendidikan Islam yang ada di pesantren. Akhir-akhir ini pondok pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka renovasi terhadap sistem yang selama ini dipergunakan. Perubahan-perubahan yang bisa dilihat di pesantren modern termasuk: mulai akrab dengan metodologi ilmiah modern, lebih terbuka atas perkembangan di luar dirinya, diversifikasi program dan kegiatan di pesantren makin terbuka dan luas, dan sudah dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.

Pondok Pesantren dan Pengembangan Masyarakat Desa
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Ia sebagai komunitas dan sebagai lembaga pendidikan yang besar jumlahnya dan luas penyebarannya di berbagai pelosok tanah air telah banyak memberikan saham dalam pembentukan manusia yang relegius. Lembaga tersebut telah melahirkan pemimpin bangsa dimasa lalu, kini dan juda dimasa yang akandatang. Lulusan pesantren tak pelak lagi, banyak mengambil partisipasi aktif dalam pengembangan bangsa.
Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren pada dasarnya hanya mengejarkan ilmu-ilmu agama dan sumber mata pelajarannya adalah dari kitab-kitab berbahasa arab atau yang lebih dikenal dengan kitab kuning.
Munculnya pesantren di suatu tempat adalah dengan tujuan agar penduduk di tempat tersebut dan sekitarnya dapat dipengaruhi sedemikian rupa, sehingga yang sebelumnya tidak mengetahui dan belum menerima ajaran Islam dapat merubah menjadi menerimanya bahkan pada akhirnya menjadi pemeluk-pemeluk Islam yang teguh. Pesantren juga tekah melahirkan kader-kader yang tangguh sebagai generasi penerus terdahulunya, menuntut ummat manusia menjadi iman yang shaleh.
Sedangkan pesantren sebagai tempat mempelajari agama Islam adalah karena memang aktivitas yang pertama dan utama dari sebuah pesantren adalah sebagai tempat memepelajari dan memperdalam ilmu-ilmu pengetahuan agama Islam. Dengan kata lain pola pertumbuhan hampir setiap pesantren menunjukkan kemampuan melakukan perubahan total terhadap masyarakat sekitarnya, sehingga yang semua belum merupakan masyarakat Islam atau belum tebal rasa keIslamannya akhirnya menjadi masyarakat yang mempunyai keIslaman yang tinggi.
Dengan demikian pengakuan masyarakat atas kehadiran pesantren yang dipimpin oleh seorang kyai sebagai ulama mereka merupakan modal besar dari berdirinya suatu pesantren sehingga dari situlah terbentukknya suatu masyarakat yang serba baru.
Untuk melihat bagaimana posisi lembaga pendidikan seperti pondok pesantren dalam pengembangan Islam, dalam kehidupan ummat di tengah-tengah masyarakat dan pengembangan masyarakat desa sebagai imbas adanya pesantren. Di bawah ini penulis sajikan tentang hal-hal yang terkait dengan hal itu antara lain:
Pengembangan Keagamaan Masyarakat
Perubahan masyarakat adalah merupakan bakat alamiah kehidupan manusia yang selalu datang dan membawa jejak yang sebagian positif dan bermanfaat, sekalipun banyak yang merugikan. Demikian pula halnya bagi pengembangan keagamaan masyarakat, persoalannya kemudian adalah bagaimana mengelola suatu sistem perubahan yang lebih banyak manfaatnya bagi pengembangan kualitas kehidupan manusia khususnya melalui pendidikan Islam yang ada di pesantren.
Salah satu bentuk perubahan kehidupan manusia yang bersifat global dan berhubungan dengan komunitas muslim adalah perubaha perilaku dan fungsi lembaga keagamaan yang dapat berupa seperti pesantren. Berbagai nilai yang tumbuh dan berkembang dari cara manusia merealisasikan ajaran agama mulai dipertanyakan fungsinya dalam modernisasi kehidupan masyarakat. Demikian pula tata kehidupan dan interaksi sosial komunitas muslim dan pengembangan keagamaan masyarakat mulai memasuki modernisasi yang sulit ditemukan dalam doktrin dan ortodoksi agamanya yang dibakukan.
Fungsi subtansial suatu agama adalah membimbing gerak dinamis ummat manusia agar terhindar dari kesesatan dan mengajak manusia menemukan jati dirinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Islam adalah realitas sosial yang bermakna ganda, suatu sisi sebagai agama yang diwahyukan, dan pada sisi yang lain sebagai agama sepanjang penilaian dan pemahaman para pemeluknya.
Dalam penembangan masyarakat di bidang keagamaan ini dimaksudkan untuk membina dan meningkatkan kualitas iman, aman dan budi pekerti yang mulia agar diperoleh penggerak dalam bidang pengembangan lainnya. Dalam hal ini Zakiah Drajat di dalam bukunya mengatakan:
“Apabila ajaran agama telah masuk menjadi bagian dari mentalnya yang telah terbina itu, maka dengan sendirinya ia akan menjauhi segala larangan Tuhan dan mengerjakan segala perintahnya, bukan karena paksaan dari luar, tetapi karena hatinya merasa lega dalam mematuhi segala perintah Allah SWT, yang selanjutkan kita akan melihat bahwa nilai-nilai agama tampak tercermin dalam tingkah laku, perkataan, sikap dan moralnya pada umumnya”.

Lebih jauh lagi perlunya peningkatan dan pengembangan masyarakat dalam bidang agama adalah kondisi dinamika pembangunan sekarang ini, adanya perubahan masyarakat akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dampak semakin mengarah pada kehidupan spritual.
Untuk mengimbangi berbagai kemajuan akibat modernisasi dan globalisasi yang mengakibatkan kegersangan dalam kehidupan manusia, maka diperlukan suatu kehidupan keagamaan. Adapun usaha dalam mengimplementasikan pengembangan di bidang agama ini secara mendasar akan mencakup:
Membangun dan meningkatkan fungsi-fungsi tempat ibadah seperti mushalla, masjid dan tanah-tanah waqaf dan lain sebagainya, juga termasuk didalamnya meningkatkan organisasi-organisasi dan aktivitas yang bertujuan untuk memakmurkan tempat-tempat ibadah dalam arti yang luas.
Mengintensifkan pelaksanaan pendidikan keagamaan yang berupa madrasah-madrasah, pengajian-pengajian, maupun pendidikan umum baik formal maupun informal.

Tugas pendidikan Islam bersambung (kontinu) dan tanpa batas. Hal ini karena hakekat pendidikan Islam merupakan proses tanpa akhir sejalan dengan konsesus universal yang ditetapkan oleh Allah SWT dan RasulNya, dengan istilah “Long Life Education”. Demikian juga tugas yang diberikan pada lembaga Islam bersifat dinamis dan progresif mengikuti kebutuhan anak didik dalam arti yang luas. Dan untuk menelaah tugas pendidikan Islam dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu:
Pendidikan dipandang sebagai pengembangan potensi.
Pendidikan dipandang sebagai pewaris buadaya.
Pendidikan dipandang sebagai interaksi antara potensi dan budaya.
Oleh karena itu pengembangan keagamaan masyarakat harus merupakan aksi sosiologi kehidupan beragama Islam yang melibat seluruh aspek. Oleh karena itu pengembangan keagamaan masyaarakat harus searah dengan penyebaran atau perluasan pendidikan Islam atau dakwah Islamiyah itu sendiri. Karena sesuai dengan kondisi dan realitas objektif suatu masyarakat perlu ditempuh dengan memperhatikan berbagai kecenderungan sosial yang berlaku di masyarakat.
Pondok pesantren dalam posisi ini hendaknya mampu menjadi transformatif, motivator dan innovator dalam mengeluarkan nilai-nilai Islam di tengah-tengah masyarakat, mengarahkan ummat menuju pembangunan masyarakat berkembang membangkitkan kemajuan ummat Islam memenuhi kualitas hidup beragama dan berbangsa. Para ulama, juru dakwah ataupun muballigh yang bersumber dari pondok pesantren sangatlah besar andilnya dalam mensukseskan pembangunan nasional. Mereka telah meningkatkan tekat dan semangat bahwa mencintai tanah air adalah bagian dari iman yang dimanifestasikan dalam Amar Ma’ruf Nahi Mungkar. Sehingga peranan masyarakat yang mempunyai kesadaran tinggi menjalankan agamanya akan berpengaruh dalam laju pembangunan dewasa ini.
Pengembangan Pendidikan Mandiri
Apa yang diartikan sebagai pendidikan mandiri memiliki dua sisi yang berkaitan dalam kerangka lembaga pesantren. Pertama, mandiri dalam artian bahwa pesantren pada dinamika pembangunannya (struktur dan infra struktur) tidak bergantung pada pihak luar. Kalupun ada kontribusi dari luar, biasanya melalui atau atas dasar “ keterikatan”. Kedua, kemandiriannya ini tercermin pada karakter pendiriannya, yang kemudian melahirkan sikap keswadayaan, percaya diri sendiri, tawakal dalam arti yang luas, dan bahkan juga membebaskan masyarakat yang masih serta tercantum. Karakter tersebut juga tercermin pada struktur kurikulum pengajaran, yang tidak harus lebur atau musnah dengan mengadakan adaptasi, secara familiar pada pendidikan luar terutama untuk penyesuaian status. Kita juga melihat adanya kemusnahan adanya pesantren ini, pada beberapa pesantren yang mencoba mengadaptasikan diri pada dunia luar, tetapi akibatnya pesantren tipe ini justru kehilangan identifikasinya yang asli, bahkan telah menjadi lembaga pendidikan agama sebagaimana dimiliki pemerintah atau negeri.
Kaum santri hendaknya mendekati dan meneladani orang-orang yang kreatif dalam mengembangkan ilmu dan berfikir maju. Ia hendaknya sadar bahwa ilmu adalah untuk dikembangkan, dan ilmu berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Jangan beranggapan bahwa ilmu itu hanya itu-itu saja, yaitu yang hanya ada di dalam kitab. Kaum santri hendaknya sadar bahwa kitab-kitab salaf ditulis dalam kondisi keadaan zamannya, dan tidak salah apabila dikembangkan sesuai dengan kondisi yang ada sekarang ini. Kaum santri, apabila selalu dekat dengan orang-orang yang cerdas kreatif dalam mendalami ilmu pengetahuan akan mendapat pengarahan, nasehat serta bimbingan, sehingga kemungkinan ia mendapatkan kesuksesan lebih besar.
Namun sejauh kita melihat, bahwa kemandirian yang dimiliki oleh dunia pesantren perlu diterjemahkan yang lebih riil bahwa kemandirian itu bukan berarti tertutup dan harus eksklusif tidak mau menerima konsep-konsep dari luar tetapi justru adanya keterbukaan yang sehat tanpa harus memusnahkan kultur yang lama yang dianggap masih perlu.
Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kemasyarakatan
Kehadiran pesantren ditengah-tengah masyarakat desa paling tidak membawa angina segar bagi pengembangan potensi yang ada, karena itu perubahan-perubahan dalam dunis pesantren baiknya berkenaan dengan pendidikannya maupun kegiatan kemasyarakatan perlu ditingkantkansesuai dengan tuntutan zaman.
Berdasarkan pernyataan diatas sedikitnya ada dua faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memahami perkembangan pesantren dewasa ini. Pertama, proses pemapanan fungsi pesantren sebagai lembaga pendidikan. Kedua, proses perubahan sosial yang menuntut pesantren untuk mengembangkandiri serta kelembagaan demi menyongsong tantangan-tantangan baru dialam modern.
Sejarah telah mencatat bahwa peran pesantren baik sebelum dan sesudah kemerdekaan adalah cukup besar. Bahkan perjuangan kemerdekaan tidak bisa dilepaskan dari peran pesantren. Karena potensi inovatif yang besar dalam mobilisasi bangsa karena gara atau tipe kepemimpinan pesantren selain sebagai pemimpin spiritual juga menjadi anatur masyarakat, sehingga gema komando yang disuarakan oleh sang pemimpin atau kyai cepat menyentuh dan meresap ke dalam lubuk hati sebagian masyarakat Indonesia.
Ciri khas pesantren yang menjadikan agama sebagai suatu landasan berpijak maka kahadiran pesantren sebagai lembaga pendidikan diharapkan pula meletakkan peradaban dunia sebab pesantren menekankan agama lebih dominant dibanding yang umum. Karena agama merupakan tugas penyelamat kehidupan manusia.
Maka pengembangan pondok pesantren harus tetap bertumpu pada usaha pembinaan sumber daya manusia di lingkungan pesantren baik sebagai kader tenaga pengembang maupun sebagai warga masyarakat dengan beberapa kriteria sebagai berikut:
1. Mampu berperan sebagai “mushlilul mujtama” dapat membaca dan mencari batas pemecahan terhadap persoalan dan ketimpangan yang terjadi baik dalam dimensi moral maupun spiritual.
2. Mampu berjiwa sebagai motivator yang berwatak kenyataan terhadap persoalan riil yang dihadapi masyarakat meskipun mikro tapi berwawasan makro dengan sumber pemecahan masalah.
3. Dapat mengembangkan sikap mandiri pesantren baik yang menyangkut aspek pendidikan maupun kegiatan sosial kemasyarakatan.
4. Dapat mentransfer nilai-nilai keselamatan dalam kenyataan lembaga antara manusia dengan Tuhan, antara manusia dengan sesamanya dan antara manusia dan lingkungannya.
Melalui pembinaan santri dan warga masyarakat yang memiliki kemampuan diatas akan muncul gerakan intelektual atau (kegiatan pembangunan dan pengembangan masyarakat yang berwawasan nilai-nilai Islam) yang bersifat nasional yang akan menyentuh permasalahan pokok bangsa yaitu menciptakan manusia pembangunan dengan kata lain meningkatkan kualitas sumber daya manusia (Human Resources).
Pengembangan Sosial Budaya
Masalah sosiokultural erat sekali hubungannya dengan masalah kemasyarakatan. Dinamikan masyarakat yang terus melaju dengan logikanya, telah mengakibatkan bergesernya tata nilai masyarakat pedesaan yang merupakan mayoritas besar di Indonesia.
Jika berfikir bahwa proses pembaharuan dan perubahan sosial seyogyanya ditumbuhkan melalui pendayagunaan modal kebudayaan yang telah dikenal masyarakat kita seperti lembaga pesantren. Kita pasti dihadapkan pada persoalan penterjemahan dari bahasa yang dikenal “disektor modern” kedalam bahasa yang dipeluk “ disektor tradisional”.
Salah satu akibat benturan-benturan ini adalah tumbuhnya sekelompok atau kelas sosial yang oportunis dalam menggapai keuntungan, tanpa memperhitungkan tata lingkungan dan nilai cultural. Sedangkan selama ini, bendungan nilai yang muncul dari perubahan sosial itu sendiri, secara gladual belum ditemukan kendala yang sistematis, walaupun upaya-upaya penjembatan sering kali diperbincangkan di brbagai seminar.
Pesantren sebagai lembaga masyarakat sebenarnya telah lama punya fungsi yang menghubungkan perubahan ini. Inilah yang menjadi dasar pesantren untuk mengantisipasi perubahan tersebut, yaitu dengan menyiapkan secara konseptual tata nilai yang kemudian hari bisa dipakai acuan yang positif. Bukan saja karena pesantren telah membangun budayanya tetapi secara dialektika pembangunan menuntut adanya perubahan, pesantren tentu saja tidak bolah berhenti.
Warga pesantren yang menjadi bagian dari seluruh proses kebangsaan dan kemasyarakatan dituntut terus menerus menerus menangkap api perubahan sosial budaya bahwan lebih dari itu melahirkan alternatif-alternatif yang bersifat inovatif pada masyarakat luas. Tanpa rekayasa semacam ini dari pesantren sendiri akan kehilangan fungsinya yang potensial.
Dengan fungsi sosial ini, pesantren diharapkan peka dan menanaggapi persoalan-persoalan kemasyarakatan, seperti mengatasi kemiskinan, memlihara tali persaudaraan, memberantas pengangguran, memberantas kebodohan dan menciptakan kehidupan-kehidupan yang sehat. Usaha-usaha yang mempunyai watak sosial ini bukan saja kegiatan-kegiatan yang langsung ditujukan kepada masyarakat, melainkan juga melalui program internal (kurikuler) pesantren, yang akhir-akhir ini justru menjadi semacam investasi sosial jangka panjang bagi kelangsungan hidup bersama.
Hubungan Kerjasama Pesantren dengan Pemerintah
Hubungan kerjasama dan saling pengertian antara pesantren dan pemerintah yang selama ini ada dapat dipelihara dan ditingkatkan dengan lebih menegaskan usaha pesantren menggarap masalah-masalah kemasyarakatan, membangun dan memodernisir desa jika telah ada kerjasama pada segala bidang kehidupan kemasyarakatan, maka segi kebanggan pemerintah hendaknya ditanggapi dengan usaha-usaha menunjang dan mengambil bagian dari program pemerintah, agar pemerintah dapat melihat manfaat dari usaha pesantren. Upaya menjadikan pesantren lebih dikenal lagi sebagai lingkungan yang bersih, teratur tata lingkungannya dan penuh kegiatan-kegiatan akan memperbesar rasa memiliki pesantren dari pihak lain. Singkatnya, rasa beruntung dengan adanya pesantren perlu ditingkatkan lebih nyata lagi.


Tanpa menghilangan hubungan personal antara pesantren atau pimpinan pemerintahan, pengembangan hubungan kepentingan yang lebih rasional perlu ditumbuhkan. Pesantren hendaknya dapat menunjukkan bukti keuntungan sumbangan yang diberikan pihak pemerintah maupun masyarakat sekitar, meskipun tidak diharapkan atau tidak dikatakan secara tegas.


































BAB III
METODE PENELITIAN

Pendekatan dan Jenis Penelitian
Menurut pendekatannya penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif ini diambil kerena dalam penelitian ini berusaha menelaah fenomena sosial dalam suasana yang berlangsung secara wajar atau alamiah, bukan dalam kondisi terkendali atau laboratoris.
Bogdan dan Taylor mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Indikasi dari model penelitian ini yang membedakannya dengan penelitian jenis lainnya, antara lain: (1) adanya latar alamiah, (2) manusia sebagai alat atau instrument, (3) metode kualitatif, (4) analisis data secara induktif, (5) teori dari dasar (grounded theory), (6) deskriptif, (7) lebih mementingkan proses dari pada hasil, (8) adanya batas yang ditentukan oleh focus, (9) adanya kriteria khusus untuk keabsahan data, (10) desain yang bersifat sementara, (11) hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama. Karena data yang diperoleh berupa kata-kata atau tindakan, maka jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah jenis penelitian deskriptif, yakni jenis penelitian yang hanya menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, situasi atau berbagai variabel. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang datanya dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.
Sumber dan Jenis Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data adalah subyek dimana data dapat diperoleh. Subyek dalam penelitian ini berjumlah tiga pihak, diantaranya: (1) pengasuh (kyai) Pondok-Pesantren Nurul Islam; (2) pengurus Pondok-Pesantren Nurul Islam; dan (3) masyarakat di sekitar Pondok-Pesantren Nurul Islam (yang sering mengikuti kegiatan di pondok pesantren tersebut). Alasan peneliti memilih mereka sebagai subyek, untuk memudahkan peniliti mendapatkan data dan informasi yang diperlukan. Disamping itu, apabila dibutuhkan data yang lebih mendalam maka peneliti bisa mengambil subjek lain (di luar ketiga subjek primer) demi kelengkapan suatu data.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, terdiri dari 2 sumber yaitu: data primer (sumber data utama) adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya (subyek penelitian), diamati dan dicatat, yang untuk pertama kalinya dilakukan melalui observasi (pengamatan) dan wawancara. Data skunder yaitu data yang tidak dilakukan secara langsung oleh peneliti, seperti buku, majalah ilmiah, arsip, dokumentasi pribadi dan resmi dan sebagainya, yang berkaitan dengan peran pondok pesantren dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di Pondok-Pesantren Nurul Islam Desa Karang Cempaka Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep.

Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini, instrumen satu-satunya adalah peneliti sendiri. Persoalan reliabilitas dan validitas lebih dimaksudkan pada kelayakan dan kredibilitas data yang ada. Pengukuran dan alat ukur dalam instrumen penelitian kualitatif bersifat kualitatif pula, jadi lebih bersifat abstrak tetapi lengkap dan mendalam.
Ada beberapa alasan kecendrungan penggunaan instrumen pada penelitian ini, diantaranya:
Instrumen dapat membantu memperoleh data atas dasar kondisi yang telah diketahui.
Instrumen berfungsi membatasi lingkungan atau ruang lingkup dengan cara tertentu, maka instrumen juga dapat digunakan untuk memperoleh data tambahan dari berbagai situasi.
Instrumen dapat membuat informasi yang dapat direkam secara permanen untuk dianalisa dimasa yang akan datang. Hal ini dilakukan dengan menggunakan kamera, tape recorder, begitu juga melalui hasil tulisan.

Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini tentu memerlukan adanya data-data, yakni sebagai bahan yang akan di teliti. Untuk memperolehnya perlu adanya metode yang dipakai sebagai bahan pendekatan. Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian sosial yang lazim digunakan adalah: (1) observasi, (2) wawancara, (3) dokumenter. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:
Metode Observasi
Dalam penelitian ini, metode pengamatan yang dilakukan oleh peneliti adalah metode observasi langsung dilapangan. Observasi langsung memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan, dilihat dan dihayati oleh subyek. Pendapat lain dikemukakan oleh Sanafiah yang menyatakan bahwa “metode observasi menggunakan pengamatan atau penginderaan langsung terhadap suatu benda, kondisi, situasi, proses, aktivitas atau perilaku”.
Ada beberapa jenis teknik observasi yang bisa digunakan tergantung keadaan dan permasalahan yang ada. Teknik-teknik tersebut adalah :
Observasi partisipan, dalam hal ini peneliti terlibat langsung dan ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh subyek yang diamati.
Observasi non partisipan, pada teknik ini peneliti berada di luar subyek yang diamati dan tidak ikut dalam kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan.
Observasi sistematik (observasi berkerangka), peneliti telah membuat kerangka yang memuat faktor-faktor yang diatur terlebih dahulu.


Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi partisipan jarang-jarang, mengingat keterbatasan waktu dan dana yang dimiliki oleh peneliti. Adapun, data yang ingin peneliti peroleh melalui metode ini adalah:
Gambaran umum Pondok-Pesantren Nurul Islam Desa Karang Cempaka Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep..
Mengetahui peran pondok pesantren dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di pondok pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep.
Mengetahui pelaksanaan program kegiatan pondok pesantren Nurul Islam dalam kaitannya dengan peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di Desa Karangcempaka Bluto Sumenep.
Mengetahui faktor-faktor penunjang dan faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di Desa Karangcempaka Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep yang dilakukan oleh pondok pesantren Nurul Islam.
Metode Wawancara
Wawancara didefinisikan sebagai percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) dan yang diwawancarai (interviewee). Pendapat lain dikemukakan oleh Sanafiah yang menyatakan bahwa “wawancara merupakan pertanyaan yang diajukan secara lisan (pengumpulan data bertatap muka secara langsung dengan informan)”.
Menurut jenisnya, wawancara yang digunakan adalah memakai pembagian wawancara yaitu:
a. Wawancara Pembicaraan Informal
Pada jenis wawancara ini pertanyaan yang diajukan sangat bergantung pada pewawancara itu sendiri, jadi tergantung pada spontanitasnya dalam mengajukan pertanyaan kepada terwawancara.
b. Pendekatan Menggunakan Petunjuk Umum Wawancara
Jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang dirumuskan tidak perlu ditanyakan secara berurutan. Petunjuk wawancara hanyalah berisi petunjuk secara garis besar tentang proses dan isi wawancara untuk menjaga agar pokok-pokok yang direncanakan dapat seluruhnya tercakup.
c. Wawancara Baku Terbuka
Jenis wawancara ini adalah wawancara yang menggunakan seperangkat pertanyaan baku. Urutan pertanyaan, kata-katanya, dan cara penyajiannya pun sama untuk setiap responden. Keluwesan mengadakan pertanyaan pengalaman (probing) terbatas, dan hal itu tergantung pada situasi wawancara dan kecakapan pewawancara.
Dalam penelitian ini pendekatan yang dipilih, adalah petunjuk umum wawancara orientasi mendalam (deept interview), dengan instumen guide interview (check list). Alasan penggunaan model ini, untuk mencari dan mengungkap data sedalam-dalamnya dan sebanyak-banyaknya, tentang rumusan yang ingin digali dalam penelitian. Adapun, data yang ingin peneliti peroleh melalui penelitian ini adalah:
Mengetahui peran pondok pesantren dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di pondok pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep.
Mengetahui pelaksanaan program kegiatan pondok pesantren Nurul Islam dalam kaitannya dengan peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di Desa Karangcempaka Bluto Sumenep.
Mengetahui faktor-faktor penunjang dan faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di Desa Karangcempaka Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep yang dilakukan oleh pondok pesantren Nurul Islam.
Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda serta foto-foto kegiatan. Metode dokumentasi dalam penelitian ini, dipergunakan untuk melengkapi data dari hasil wawancara dan hasil pengamatan (observasi).
Hanya saja, dalam penelitian ini dokumentasinya memakai foto, brosur dan buku induk, untuk memperoleh data berupa, antara lain:
Jumlah pengurus dan santri yang ada di Pondok Pesantren Nurul Islam
Struktur organisasi di Pondok Pesantren Nurul Islam.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pesantren dalam rangka pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat.

Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan bagian dalam melakukan penelitian. Dalam penelitian kualitatif, analisis data yang telah ditemui sejak pertama peneliti datang kelokasi penelitian, yang dilaksanakan secara intensif sejak awal pengumpulan data lapangan sampai akhir data terkumpul semua. Analisis data, dipakai untuk memberikan arti dari data-data yang telah dikumpulkan.
Analisis data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikan dalam suatu pola dan ukuran untuk dijadikan suatu kesimpulan. Jadi, analisis berdasar pada data yang telah diperoleh dari penelitian yang sifatnya terbuka. Menurut Patton, analisis data merupakan proses pengurutan data, mengorganisasikan kedalam pola, kategori dan uraian dasar.
Penelitian kualitatif data yang terkumpul sangat banyak, baik berupa catatan lapangan dan komentar peneliti. Oleh karena itu, diperlukan adanya pekerjaan analisis data yang meliputi pekerjaan, mengatur, pengelompokan, pemberian kode dan mengkategorikannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka prosedur analisis data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Reduksi Data
Reduksi data termasuk dalam kategori pekerjaan analisis data. Data yang berupa catatan lapangan (field notes) sebagai bahan mentah, dirangkum, di ikhtisarkan atau diseleksi. Masing-masing bisa dimasukkan tema yang sama atau permasalahan yang sama. Berdasarkan hal ini, Sanafiah mengemukakan bahwa:
“Analisis kualitatif fokusnya pada pemahaman makna, deskripsi, penjernihan dan penempatan data-data masing-masing dan sering kali melukiskan dalam kata-kata dari pada dalam angka-angka. Untuk maksud tersebut, data tentu saja perlu disusun dalam kategori tertentu atau pokok permasalahan tertentu. Karena setiap catatan harian yang dihasilkan dalam pengumpulan data, apakah hasil wawancara atau hasil pengamatan perlu direduksi dan dirumuskan kedalam kategori, fokus atau tema yang sesuai”.

Jadi laporan yang berasal dari lapangan sebagai bahan mentah disingkat dan dirangkum, direduksi, disusun lebih sistematis, difokuskan pada pokok-pokok yang penting sehingga lebih mudah dikendalikan dan mempermudah peneliti dalam mencari kembali data yang diperoleh jika diperlukan.
Displai Data
Hasil reduksi perlu “didisplay” secara tertentu untuk masing-masing pola, kategori, fokus, tema yang hendak difahami dan dimengerti duduk persoalanya. Displai data dapat membantu peneliti untuk melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari hasil penelitian.
Mengambil Kesimpulan
Muara dari kesimpulan kegiatan analisis data kualitatif terletak pada pelukisan atau penuturan tentang apa yang dihasilkan, dapat dimengerti berkenaan dengan suatu masalah yang diteliti. Dari sinilah lahir kesimpulan atau permasalahan yang bobotnya tergolong komprehensif dan mendalam (deepth).
Dalam hal ini akan sangat bergantung pada kemampuan peneliti dalam; 1) Merinci fokus masalah yang benar-benar menjadi pusat perhatian untuk ditelaah secara mendalam; 2) melacak, mencatat, mengorganisasikan setiap data yang relevan untuk masing-masing fokus masalah yang telah ditelaah; 3) menyatakan apa yang dimengerti secara utuh, tentang suatu masalah yang diteliti.

Pengecekan Keabsahan Data
Alasan dan Acuan
Keabsahan data merupakan konsep penting yang perlu dilihat, diantaranya dari segi:
a. Validitas internal, yang dinyatakan sebagai variasi yang terjadi pada variabel terikat dapat ditandai sejauh variasi pada variabel bebas dapat dikontrol. Karena banyak faktor yang berpengauh dalam suatu hubungan sebab akibat, maka digunakan kontrol sebagai upaya mengisolasi variabel bebasnya. Dalam penelitian ini, yang menjadi kontrolnya adalah dengan mengambil data dan pengalaman yang pernah dilakukan pesantren lain.
b. Validitas ekternal, ialah perkiraan validitas yang diinferensikan berdasarkan hubungan sebab-akibat yang diduga terjadi, dapat digeneralisasikan pada ukuran alternatif sebab-akibat dan di antara jenis responden (subjek penelitian) dari latar belakang pengalaman dan pengetahuan tentang peran Pondok Pesantren dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat dan lama waktu wawancara.
c. Reliabilitas, menunjuk pada pengetesan pengukuran dan ukuran yang digunakan. Pengetesan reliabilitas biasanya dilakukan melalui replikasi sebagaimana yang dilakukan terhadap butir-butir ganjil-genap, dengan tes-retes atau dalam bentuk pararel. Dalam penelitian ini, reliabilitas datanya di ukur dari liniersi dan pararelsi data-data dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi, tentang partisipasi kyai dalam politik.
Kriteria Keabsahan Data
Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), ketergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability). Dalam penelitian ini, kriteria ini didasarkan bukan pada subjek penelitian, melainkan pada data-data yang sudah terkumpul dari wawancara, observasi dan dokumentasi, tentang partisipasi kyai dalam politik.


Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan ini diperlukan untuk mengecek kebenaran sebuah data yang dihasilkan di lapangan secara tekun, teliti, cermat dan seksama didalam melakukan pengamatan agar data yang diperoleh benar-benar data yang mempunyai nilai kebenaran.
Selanjutnya, dijelaskan bahwa ketekunan pengamatan menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal secara rinci. Ketekunan pengamatan dilakukan dengan menggunakan teknik berperan serta dalam kegiatan-kegiatan pondok pesantren dalam pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat dengan cara mengamati setiap peristiwa dan kejadian yang terjadi yang menjadi fokus penelitian ini secara cermat.
Triangulasi
Teknik triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber, yaitu membandingkan dan mengecek informasi dari informan yang satu dicek kebenaranya dengan cara memperoleh data dari informan lain. Apabila dalam pengecekan tersebut berbeda antar informan satu dengan informan kedua, maka dilakukan pemeriksaan informan ketiga.
Disamping itu, dilakukan pula pembandingan data-data yang diperoleh dari berbagai sumber. Hal ini dapat dicapai dengan jalan: (1) membandingkan hasil data pengamatan dengan hasil wawancara, (2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, (4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan dari orang lain, (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
Tujuan triangulasi ini adalah mengecek kebenaran data tertentu dengan membandingkan data yang diperoleh dari sumber lain, pada berbagai fase penelitian lapangan, pada waktu yang berlainan. Dalam penelitian ini, triangulasi yang dilakukan adalah triangulasi sumber data yaitu membandingkan data wawancara antara informan yang lain (snow ball).
Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan yang sama pada informan yang berbeda, sehingga dapat membandingkan perolehan data, diantaranya untuk menanyakan kembali jika ada informasi yang kurang jelas atau kurang lengkap. Setelah data diperoleh dan dianalisis serta dipahami oleh peneliti, maka pemahaman tersebut oleh peneliti dikonfirmasikan pada pihak-pihak yang terkait, baik pihak yang bersangkutan (subyek penelitian) maupun sumber lain yang berbeda guna mendapatkan kebenaran informasi.
Pihak-pihak yang terkait sehubungan dengan proses triangulasi data yaitu kyai (pengasuh) Pondok-Pesantren Nurul Islam Desa Karang Cempaka Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep, pengurus Pondok-Pesantren Nurul Islam, dan masyarakat sekitar Pondok-Pesantren Nurul Islam, yang sering terlibat dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat.
Pengecekan Anggota
Pengecekan anggota, dilakukan dengan cara dari satu informan kepada informan lain yang terlibat dalam penggalian data. Dengan kata lain, data yang telah dikumpulkan oleh peneliti diserahkan kembali pada masing-masing informan pemberi data dalam bentuk narasi dan matrik kategori untuk dicek kebenaranya, selanjutnya apabila ada kesalahan akan dibenarkan sendiri oleh informan dan diambil kembali.
Pengecekan dengan anggota yang terlibat dalam proses pengumpulan data sangat penting dalam pemeriksaan derajat kepercayaan. Pengecekan anggota yang terlibat meliputi data, kategori analisis, penafsiran dan kesimpulan.

Model Analisis Data
Dalam penelitian ini, model analisis data yang digunakan adalah metode perbandingan tetap (constant comparative method), dengan cara reduksi data, kategorisasi data, sintesisasi dan diakhiri dengan menyusun hipotesis kerja.
BAB IV
HASIL PENELITIAN

Latar Belakang berdirinya
Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi yang penulis lakukan, berikut ini kami paparkan tentang latar belakang berdirinya pondok pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep.
Sejarah Berdirinya Pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep
Sekitar tiga kilo meter arah barat Bluto, tepatnya di Desa Karangcempaka Bluto Sumenep, sejumlah komleks bangunan menempati sebuah areal empat hektar tanah, itulah kompleks Pondok Pesantren Nurul Islam.
Berdirinya pondok pesantren Nurul Islam bersamaan dengan adanya penjajahan koloneal Belanda. Yang mana Pondok Pesantren Nurul Islam berdiri pada tahun 1948, adalah merupakan lembaga pendidikan yang didirikan oleh KH. Moh. Siradjuddin bersama dengan segenap masyarakat. Ini merupakan pondok pesantren yang tergolong cukup tua di wilayah kecamatan Bluto. Gagasan mendirikan pondok pesantren Nurul Islam oleh Kyai Anom Siradjuddin dilatarbelakangi adanya tuntutan masyarakat, terutama masyarakat Karangcempaka yang merasakan penting akan adanya Lembaga Pendidikan Agama yang dapat menampung keinginan masyarakat untuk menyekolahkan putra putrinya sehingga mereka dapat mengusai ilmu agama dengan baik. Pada waktu itu memang di desa Karangcempaka belum ada pendidikan baik formal maupun non formal. Pada waktu itu pondok pesantren Nurul Islam masih di utara yang sekarang ditempati Masjid Baiturrahman Karangcempaka Bluto Sumenep.
Pada tahun 1963 KH. Moh. Siradjuddin pindah ke selatan, karena tempat yang sebelumnya dirasa kurang strategis untuk mengembangkan lembaga pendidikan ke depan, sehingga sampai ada istilah Dalem Utara dan Dalem Selatan. Sejak berpindahnya KH. Moh. Siradjuddin pondok pesantren Nurul Islam berusaha melakukan perubahan-perubahan baik dalam sistem pendidikan maupun dari sarana pra sarananya.
Dari tahun ke tahun Pondok Pesantren Nurul Islam menapaki perjalanan yang tidak kecil rintangannya. Namun semua itu dapat dilalui dengan baik.
Awal mulanya hanya Madrasah Ibtidaiyah (MI) pada tahun 1965, baru kemudian menyusul Madrasah Tsanawiyah (MI) pada tahun 1974, Madrasah Aliyah (MA) pada tahun 1981 kemudian Taman Kanak-Kanak (TK) pada tahun 1984.
Pondok Pesantren Nurul Islam yang sejak tahun 1981 sudah dibadan hukumkan menjadi Yayasan Pesantren Nurul Islam, yang pada saat ini membawahi unit-unit kepesantrenan, Taman Kanak-Kanak (TK), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA). Sejak itulah pondok pesantren Nurul Islam terus berkembang, baik fisik, sistem kelembagaan maupun kurikulum yang diterapkannya seiring dengan derasnya arus perubahan zaman. Tentu ia tak ingin lapuk ditelan zaman begitu saja. Zaman boleh berubah dan berkembang terus, tapi yang pasti pondok pesantren Nurul Islam akan terus ambil bagian dalam proses pemberdayaan umat melalui jalur sistem pendidikan pondok pesantren yang menekankan pada aspek moralitas.
Kepemimpinan di Pondok Pesantren Nurul Islam telah mengalami tiga kali pergantian dan perubahan. Pada periode KH. Moh. Siradjuddin, kepengasuhan langsung dipegang beliau, hingga ahkirnya pada tahun 1982, kepemimpinan beralih ke tangan putranya yang tertua yaitu KH. Moh. Hamdi Siraj MA. Pada kepemimpinan beliau tidak terlalu banyak mengalami perubahan, sehingga pada berikutnya beliau wafat dan beliau merupakan pengasuh yang kedua. Sehingga kemudian sistem kepemimpinan Pondok Pesantren Nurul Islam dipegang secara kolektif oleh beberapa orang pengasuh (para putra pendiri pondok pesantren Nurul Islam). Sejak itulah Pondok Pesantren Nurul Islam mulai berada di bawah Dewan pengasuh yang terdiri dari KH. Abdulbar Chalid, KH. Moh. Ramdlan Siraj, SE, M.M, K. Atharid Siraj, BA, K.Ilyasi Siraj, SH. M, Ag. Pada tahun 1998.
Sebagai sebuah lembaga pendidikan pesantren, bidang garapan Pondok Pesantren Nurul Islam adalah bidang kepesantrenan. Penanggungjawab langsung bidang ini adalah ketua dewan pondok pesantren Nurul Islam. Sedangkan dalam operasionalnya, tugas ini dilaksanakan oleh sebuah institusi di tingkat santri yaitu Ikatan Keluarga Santri Nurul Islam (IKSNI).
Bidang kepesantrenan ini meliputi pendidikan moralitas dan pengajaran kitab-kitab klasik yang diharapkan kepada seluruh santri, baik asrama maupun non asrama.
Pengajian kitab-kitab klasik diselenggarakan dengan dua sistem, yaitu sistem Wetonan dan Sorogan setiap hari di luar jam-jam sekolah. Untuk lebih mengefektifkan pengajaran kitab ini, pengurus pesantren melakukan klasifikasi terhadap para santri menurut kemampuan mereka, tanpa terkait dengan lembaga pendidikan formal mereka. Kegiatan pengajaran yang diselenggarakan oleh pengurus pesantren dalam hal ini IKSNI, kegiatan ini wajib diikuti oleh semua santri yang tinggal di asrama. Sedangkan bagi santri non asrama hanya merupakan suatu anjuran saja, tetapi khusus dalam kegiatan pengajian pada bulan ramadhan, semua santri tanpa kecuali dari seluruh unit pendidikan formal wajib mengikuti.
Sesuai dengan orientasi pondok pesantren Nurul Islam yakni melahirkan kader-kader intelektual yang berdasarkan tradisi kepesantrenan, maka dikembangkan juga berbagai kegiatan penunjang lainnya berupa kegiatan Bahtsul Masail Diniyah (Study Kajian Hukum Islam), diskusi-diskusi sosiall keagamaan, pelatihan keorganisasian, latihan pidato dan latihan seni baca al-Qur’an.
Khusus untuk aktifitas-aktifitas yang membutuhkan tenaga-tenaga instruktur, maka pihak pesantren memanggil pulang alumni-alumninya dari beberapa perguruan tinggi yang dipandang memiliki kualifikasi sebagai aktifis, dalam rangka pembinaan kader-kader tersebut.
2. Tujuan Pondok Pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep
Tujuan pondok pesantren Nurul Islam adalah untuk mengembangkan sumber daya insani yang diharapkan akan memiliki kualitas iman, dzikir, fikir dan keterampilan, agar menjadi insan-insan yang dapat memberikan kontribusi (sumbangan) terhadap pembangunan umat secara makro.

3. Visi Misi Pondok Pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep
a. Visi Pondok Pesantren Nurul Islam Karancempaka Bluto Sumenep
Sedangkan visi pondok pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep adalah Menciptakan pondok pesantren anak-anak bangsa yang beriman, bertaqwa, berilmu dan cakap yang dapat diimplementasikan dalam suatu sistem terpadu antara sistem pendidikan salaf dan sistem pendidikan sekolah.
b. Misi Pondok Pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep
Sedangkan Misi dari pondok pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep di antaranya adalah:
1. Mewujudkan lulusan (out put) pondok pesantren Nurul Islam memiliki kualitas mintal, basic intelektual dan skill yang sangat diperlukan bagi kepentingan masa depan mereka.
2. Meningkatkan kualitas tenaga pengajar pondok pesantren Nurul Islam yang kababel dalam bidangnya dengan latar belakang ke-kyaian dan kesarjanaan dari fakultas agama dan umum.
3. Mengembangkan kurikulum pengajaran dan sistem pembinaan santri
4. Meningkatkan pembinaan mental spritual santri secara intensif dalam aspek pengembangan intelektual dan skill, sehingga para santri diharapkan memiliki karakter dasar intelektual dan integritas moral yang sangat diperlukan bagi masa depan mereka sendiri dan kepentingan bangsanya.
4. Profil Lulusan Pondok Pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep
a. Mampu memahami dan mengamalkan syari’at Islam dengan baik dan benar, taat beribadah, berdo’a dan berusaha, memiliki etos kerja keras, dan kerja ikhlas.

b. Berprestasi tinggi di bidang ilmu yang ditekuni serta menguasai cara berfikir ilmiah, kritis, kreatif, dan berfikir logis.
c. Cakap dalam menghadapi berbagai persoalan hidup, baik sekala lokal, nasional, maupun internasional dan dapat berperan sebagai pelaku perubahan (agen of change) dalam berbagai aspek kehidupan.

5. Jiwa Pondok Pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep

Jiwa Pondok Pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep di antaranya adalah: Ikhlas dalam beramal, jujur dalam bersikap, sederhana dalam hidup, santun dalam bergaul, mandiri dalam berusaha, dan berjuang bersama-sama.

6. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep
Dalam menjalankan sistem pendidikannya pondok pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep berusaha mengembangkan potensi fitrah manusia: Fikriyah, ruhaniyah, jasmaniyah melalui berbagai bidang kependidikan yakni: Pegajaran, kepengasuhan dan kesantrian. Yang ketiganya dilakukan secara bersama-sama dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan, ketersedian waktu dan fikiran dari setiap santri yang juga belajar di lembaga formal.


Pengajaran
Pengajaran adalah proses pembelajaran yang dilakukan melalui kegiatan belajar mengajar di kelas oleh santri dan ustadz dalam serangkaian mata pelajaran. Selain itu juga ditunjang dengan kegiatan-kegiatan keilmuan (seminar, diskusi kelompok) yang diselenggarakan oleh Ikatan Keluarga Santri Nurul Islam (IKSNI) dan kelompok-kelompok kajian yang ada. Melalui proses ini diharapkan akan terbangun wawasan yang luas, cara berfikir yang logis dan pemahaman yang utuh terhadap khasanah keilmuan Islam termasuk bidang studi yang ditekuni di lembaga pendidikan formal masing-masing.
b. Kepengasuhan
Kepengasuhan adalah bidang pendidikan di pondok pesantren Nurul Islam yang memberikan tekanan pada pembentukan mental dan rasa santri melalui kegiatan-kegiatan ubudiyah: shalat berjemaah, dzikir, istighosah dan puasa. Juga melalui pendampingan-pendampingan sehingga dalam diri santri tumbuh nilai kemanusian yang dilandasi dengan nilai ke Islaman.
c. Kesantrian
Kesantrian adalah bidang pendidikan di pondok pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep yang lebih banyak menekankan pada sisi kreatif, inisiatif, kepekaan, keberanian dan kecakapan santri dalam bidang-bidang yang diminati. Karenanya dalam proses ini seluruh kegiatan direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi sendiri oleh santri melalui organisasi santri yaitu: Ikatan Keluaraga Santri Nurul Islam (IKSNI) dengan berbagai kegiatan: Seni (seni teater, lukis), olah raga, pengabdian masyarakat, kewirausahaan, lingkungan berbahasa (pengajaran bahasa asing), diskusi-diskusi, keterampilan-keterampilan (latihan kompoter, sablon, menjahit dan yang lainnya) dan kegiatan kerumahtanggaan.

7. Personalia Pengurus Pondok Pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep
Adapun Personalia Pengurus Pondok Pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep Masa Khidmat 2006-2007 di antaranya adalah:
Ketua Yasasan : K. Ilyasi Siraj, S.Ag., M.H
Dewan Pengasuh : KH. Moh. Ramdlan Siraj, SE., MM
KH. Abdulbar Khalid, BA
Kepala : K. Abdurrazaq, Ar
Sei. Pendidikan : Abd Hamid S. pd
Sei. Keamanan dan Ketertiban : K. Rifa’ie A. MD
Sei. Sarana dan Keuangan : A. Rafiq S. pd
Kaur TU : Abdul Latif, SQ




Paparan Data Hasil Penelitian
Setelah penulis melakukan berbagai upaya dalam rangka proses penelitian ini, yang menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan cara memahami fenomena yang diteliti sehingga data yang ada berupa untaian kata-kata bukan berupa angka-angka (data statistik).
Selanjutnya kami paparkan data yang berkaitan dengan peran pondok pesantren dalam pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat di pondok pesantren Nurul Islam tepatnya di Desa Karangcempaka Bluto Sumenep

Peran Pondok Pesantren dalam Peningkatan Pendidikan Agama Islam pada Masyarakat di Pondok Pesantren Nurul Islam Desa Karangcempaka Bluto Sumenep
Dewasa ini lembaga pendidikan yang semakin berkembang, berinovasi dan berupaya menghasilkan out put yang siap pakai, tidak semata hanya dimiliki oleh sekolah umum saja. Namun pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia juga mulai merestrukturisasi kurikulum pendidikan dan sistem pembelajaran dengan menyesuaikan terhadap perkembangan zaman, dalam artian pesantren tidak selalu diidentikkan dengan lembaga pendidikan yang masih tradisional, tetapi pesantren sudah mulai berinovasi dengan mengintegrasikan sistem pendidikannya pada kurikulum nasional. Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan dan peran pesantren semakin signifikan terhadap pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat yang selanjutnya dapat berimplikasi pada pembentukan sikap yang baik.
Maka dari itu peran pondok pesantren dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di pondok pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep sangat penting sekali, dan hal ini sebenarnya sudah merupakan tugas dan tanggungjawab pondok pesantren sesuai dengan azaz dasar didirikannya pondok pesntren Nurul Islam. Lebih lanjut tentang seperti apa dan bagaimana peran pondok pesantren Nurul Islam dapat diuraikan sebagai berikut sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan berbagai nara sumber yang mempunyai partisipasi dalam upaya peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat.
Berdasarkan pemaparan dari pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam yaitu KH. Abdulbar Chalid sebagai informan pertama dalam penelitian ini ketika penulis melakukan wawancara, beliau menyatakan bahwa:
“Sebenarnya keberadaan pondok pesantren khususnya di pulau Madura ini sangat penting sekali perannya terhadap peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, karena masyarakat Madura banyak yang beranggapan bahwa pondok pesantren itu merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya. nilai khususnya dalam hal spritual. Anggapan seperti itu sangat memungkinkan untuk mempengaruhi pola pikir masyarakat Madura yang memiliki karakteristik fanatis-agamis. Kenapa saya katakan demikian, karena sejak berdirinya pondok pesantren Nurul Islam, pesantren ini sudah menjadi tempat pendalaman ilmu pengetahuan Islam dan memantapkan posisinya dalam pengembangan agama Islam. Maka dari itu banyak masyarakat yang mempercayai proses pendidikan anaknya kepada pesantren ini dengan cara memondokkan anak-anaknya dengan tujuan agar mereka bisa mempunyai pengetahuan yang luas yang dibarengi dengan akhlak yang baik. Disamping itu sejak dulu KH. Moh. Siradjuddin sebagai pendiri pertama pondok pesantren ini sudah mulai menerapkan pendekatan-pendekatan sosio-kulutral dalam pengembangan pendidikan agama Islam terhadap masyarakat. Beliau mengadakan kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan masyarakat, seperti tahlilan (sarwaan) setiap malam jum’at dan kegiatan tersebut dilakukan dengan cara bergiliran dari rumah masyarakat yang satu dengan rumah yang lainnya. Selain kegiatan itu ada juga pengajian rutin mingguan yang dilaksakan di pondok pesantren. Kegiatan-kegiatan tersebut sampai saat ini masih tetap dilaksanakan bahkan beberapa kegiatan lain telah dikembangkan oleh pondok pesantren diantaranya penyuluhan, dan penugasan alumni ke beberapa lembaga pendidikan untuk menjadi guru bantu (tugas purna bakti). Peran pondok pesantren juga sangat menentukan dalam peningkatan pemahaman akan ilmu-ilmu agama bagi para santri maupun masyarakat. Sehingga setelah mereka terus menerus digembleng dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan agama Islam maka selanjutnya keimanan mereka terhadap tuhan yang maha esa akan semakin mantap. Dengan demikian keberadaan pondok pesantren manfaatnya dapat langsung dirasakan masyarakat dimana masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan ilmu-ilmu pengetahuan agama”.

Pemaparan informan di atas selaras dengan hasil observasi partisipatif yang dilakukan oleh penulis, ketika kami tinggal di pondok pesantren tersebut selama melakukan proses penelitian. Sebagaimana penulis ketahui bahwa Pondok Pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep sejak awal berdirinya telah mempunyai peran penting terhadap peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya apresiasi yang diberikan oleh masyarakat sekitar terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pesantren.
Senada dengan pendapat pengasuh tentang Peran pondok pesantren dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, Ustadz Abdul Razaq yang merupakan salah satu pengurus peondok pesantren Nurul Islam (P3NI) beliau menyatakan bahwa:
“Menurut saya mas.........pondok kami yaitu Pondok Pesantren Nurul Islam sudah sejak dulu mempunyai peran penting terhadap peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, itu sudah dimulai pada zaman pendiri yaitu KH. Moh. Siradjuddin. Dapat dilihat pada sekarang ini meskipun Pondok Pesantren Nurul Islam ditinggal oleh KH. Moh. Ramdlam Siraj, M.M, yang sekarang menjadi Bupati Sumenep dan K. Ilyasi Siraj S.H., M.Ag, juga menjadi DPR RI yang keduanya sama-sama menjalankan tugasnya di pemerintahan, tapi pondok pesantren Nurul Islam tetap eksis dan tetap bisa berperan dalam kehidupan masyarakat meskipun tidak ada beliau-beliau. Keadaan tersebut menggambarkan bahwa rasa tanggung jawab yang dimiliki oleh lembaga ini untuk memberikan manfaat kepada masyarakat tidak akan pernah pudar sampai kapanpun karena hal tersebut telah menjadi tujuan dari berdirinya pesantren Nurul Islam itu sendiri. Tujuan santri pergi ke pondok pesantren Nurul Islam adalah untuk menghiasi diri (akhlaqul karimah), mencari ilmu karena Allah untuk dirinya maupun untuk orang lain serta mendekatkan diri kepada Allah Swt. dari itu semua bahwa di Pondok Pesantren Nurul Islam ini juga ada pengabdian masyarakat yang disebut dengan Orientasi Pengabdian Nurul Islam (OPINI), dari konsep ini dapat dikolerasikan dengan peran pondok pesantren terhadap masyarakat, ketika dilihat dari itu semua bahwa pondok pesantren Nurul Islam telah berjalan sesuai dengan tujuan awal yaitu membentuk dan membangun masyarakat baik itu dari sedi moral ataupun ilmu pengetahuan. Karena ketika pengabdian para santri dituntut mandiri bagaimana menghadapi persoalan-persoalan yang dihadapi ketika waktu pengabdian”.

Melengkapi pernyataan dari beberapa informan sebelumnya, berikut juga penulis uraikan tentang bagaimana peran pondok pesantren dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat dari perspektif masyarakat sebagai objek sasaran dari setiap program-program yang dilakukan pesantren. Untuk itu penulis melakukan wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat di sekitar pondok pesantren diantaranya bapak Muhkam Habibi dan bapak imam. Berikut beberapa statemen dari bapak Muhkam Habibi ketika di wawancarai:
“Pondok Pesantren Nurul Islam tercinta ini telah menerapkan dan meningkatkan pendidikan pada masyarakat. Masalahnya disini memang para santri-santrinya diharuskan mengembangkan fitrah manusia yang dimilikinya, diantaranya adalah Fitrah agama, Dalam fitrah agama ini para santri sudah dididik dan digembleng dan didorong untuk selalu pasrah, tunduk dan patuh kepada Tuhan, sehingga dalam hal ini sering dilakukan dimasjid, seperti shalat jama’ah, shalat tahajud, istighasah, shalawadan, tahlilan, yasinan dan ngaji surat munji’at. Fitrah berakal budi, fitrah berakal budi merupakan untuk berfikir dan berzikir dalam memahami tanda-tanda keagungann Tuhan. Ini juga sering dilakukan dengan bentuk diskusi perkamar, antar daerah dan juga dilakukan dengan lomba debat. Fitrah kebersihan dan kesucian, hal ini biasanya di pondok pesantren diberi tulisan yang berkaitan dengan kebersihan juga megadakan piket kebersihan, kerja bhakti dan lomba kebersihan antar kamar. Fitrah bermoral atau berakhlak, pondok pesantren kita sangat sekali menjaga dan memelihara terhadap hal-hal yang berkaitan dengan moral, makanya ketika disini ada para santri yang melanggar aturan-aturan yang belaku disini itu diberi sangsi yang sesuai dengan kesalahannya. Fitrah kebenaran, para santri disini diberi kesempatan untuk mencari konsep kebenaran baik itu kebenaran mutlak maupun kebenaran nisbi dalam hal ini dilakukan bentuk forum dialog dan seminar. Fitrah kemerdekaan, disini juga para santri dituntut untuk merasakan kebebasan dalam melaksanakan aktifitas apapun, karena itu semua sudah disepakati bersama. Fitrah Keadilan, fitrah ini harus dimiliki oleh para santri, hal ini diterapkan diberbagai tempat baik diwaktu diberi kepercayaan menjadi ketua kamar, pengurus daerah dan pengurus IKSNI. Fitrah persamaan dan persatuan, contoh dari aplikatif fitrah tersebut dituangkan dalam bentuk memakai seragam putih-putih dalam shalat berjemaah dan juga bersama-sama dalam melaksanakn senam pagi dan yang lainnya. Fitrah individu, dalam fitrah ini biasanya para santri memasak sendiri, mencuci sendiri dan bagaimana mengatur dirinya sendiri. Fitrah sosial, para santri setiap hari jum’at dan hari selasa melakukan kerja bakhti, dan melakukan kerja sama dengan masyarakat, yang hal ini dilakukan dalam penagihan listrik. Fitrah seksual, fitrah ini merupakan untuk mengembangkan keturunan sehingga di pondok pesantren ini para santri diajarinya dengan mengaji kitab julujen, yang mana dalam hal ini dikhususkan kepada para santri yang sudah keluar Madrasah Aliyah (MA). Fitrah ekonomi, dalam hal ini para santri diajari tentang kewirausahaan dengan mendatangkan pemateri yang menjelaskan pentingnya ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup sekaligus diterapkan dalam bentuk koperasi. Fitrah politik, disini juga diajari tentang politik dan aplikatifnya, seperti dalam pemilihan pengurus daerah, pengurus IKSNI dan pengurus P3NI. Sehingga tidak heran kalau diantara kyai pondok pesantren Nurul Islam ini terjun dibidang perpolitikan. Sebagaimana KH.Moh.Ramdlan Siraj,M.M, yang sekarang menjadi Bupati Sumenep dan K. Ilyasi Siraj, S.H. M.Ag, yang sekarang menjadi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Dan Fitrah seni, dalam fitrah ini para santri sudah diimplementasikan baik seni lukis, seni qira’ah dan yang lainnya, dan hal-hal tersebut juga sedikit banyak diterapkan pada masyarat sekitar yang ada”.

Lebih lanjut bapak Imam yang juga merupakan tetangga dekat dari pesantren Nurul Islam menambahkan Pendapat bahwa:
“Sebenarnya bagi kami sebagai masyarakat, pesantren itu sudah cukup sangat berperan sekali, mulai dari memberikan bimbingan bagi saya dari orang tua dan anak-anak saya. Dulu, pada zaman saya masih anak-anak, yang mana pada waktu itu pendidikan itu sangat minim sekali, baik itu pendidikan agama, apalagi pendidikan umum, waktu itu saya dan teman-teman saya belajar ngaji dan bagaimana cara (andep asor) berakhlak yang baik, dengan sabarnya para pendiri pondok pesantren tersebut mengopeni saya dan teman-teman saya sedikit demi sedikit, dan sampai saat ini hal-hal seperti masih terus berlaku, sehingga pondok pesantren mempunyai pengaruh yang sangat sekali terasa bagi masyarakat sekitarnya. Dan dengan adanya pondok pesntren tersebut, kami merasa telah terbekali dengan ilmu-ilmu pengetahuan khususnya pendidikan Islam dan tatakrama”.

Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa keberadaan pondok pesantren terhadap masyarakat dalam upaya peningkatan pendidikan agama Islam memiliki peran yang cukup signifikan, hal inilah yang dicontohkan oleh pendiri pertama pondok pesantren Nurul Islam. Beliau melakukan upaya pendekatan sosio-kultural kepada masyarakat sekitar pesantren yang di wujudkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan masyarakat, yang berupa tahlilan (sarwaan) setiap malam jum’at dan kegiatan tersebut dilakukan dengan cara bergiliran dari rumah masyarakat yang satu dengan rumah yang lainnya. Selain kegiatan itu ada juga pengajian rutin mingguan yang dilaksakan di pondok pesantren. Disamping itu beliau juga memberikan semangat dan memberikan suri tauladan kepada masyarakat dalam berperilaku sehari-hari, sehingga dikalangan masyarakat maupun para santri sangat mengenang jasa-jasa beliau utamanya pada ajaran-ajaran yang dikembangkan oleh beliau yaitu; simtem pendidikannya yang sangat berpengaruh terhadap terbentuknya masyarakat yang berbudi hasanah. Berikut kami sajikan hasil wawancara diatas dalam bentuk Matrik Deskriptif.
Tabel 1
Matrik Deskriptif Tentang
Peran pondok pesantren Nurul Islam dalam peningkatan
pendidikan agama Islam pada masyarakat


Interviewer Interviewee

Informan 1
Peran pondok pesantren sangat menentukan dalam peningkatan pemahaman akan ilmu-ilmu agama bagi para santri maupun masyarakat. Selanjutnya keimanan mereka terhadap tuhan yang maha esa akan semakin mantap. Pendekatan yang digunakan oleh pondok pesantren Nurul Islam dalam pengembangan pendidikan Islam terhadap masyarakat adalah pendekatan sosio-kulutral yang dikemas dalam kegiatan yang banyak melibatkan masyarakat, berupatahlilan (sarwaan) setiap malam jum’at, pengajian rutin
Informan 2
Sejak dulu peran penting pondok pesantren Nurul Islam dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat telah mengambil peranan yang cukup signifikan. Sampai saat ini peran tersebut masih tetap dijalankan. Keadaan tersebut menggambarkan bahwa rasa tanggung jawab yang dimiliki oleh lembaga ini untuk memberikan manfaat kepada masyarakat tidak akan pernah pudar sampai kapanpun karena hal tersebut telah menjadi tujuan dari berdirinya pesantren Nurul Islam itu sendiri.
Informan 3
Bagi masyarakat, keberadaan pesantren sangat berperan sekali, untuk memberikan bimbingan, baik itu pendidikan agama, apalagi pendidikan umum, atau bagaimana cara (andep asor) berakhlak yang baik. Peran pesantren dianggap telah mampu mengembangkan fitrah manusia.

Pentingnya peran pondok pesantren dalam upaya peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat juga dikemukakan oleh para pengurus baik pengurus P3NI maupun IKSNI. Mereka berpendapat bahwa Pondok Pesantren Nurul Islam sudah sejak dulu mempunyai peran penting terhadap peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, itu sudah dimulai pada zaman pendiri yaitu KH. Moh. Siradjuddin. Dan saat ini meskipun beberapa pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam lebih banyak disibukkan oleh kegiatan di birokrasi karena tanggungjawab jabatan yang tidak bisa ditinggalkan namun hal itu tidak terlalu berpengaruh terhadap eksistensi pondok pesantren dan lembaga ini tetap bisa berperan dalam kehidupan masyarakat.
Keadaan tersebut menggambarkan bahwa rasa tanggung jawab yang dimiliki pondok pesantren untuk memberikan manfaat kepada masyarakat tidak akan pernah pudar sampai kapanpun karena hal tersebut telah menjadi tujuan dari berdirinya pesantren Nurul Islam itu sendiri.
Secara spesifik tujuan pondok pesantren dalam upaya mendidik para santri yang mondok di pesantren Nurul Islam adalah untuk menghiasi jiwa mereka (akhlaqul karimah), mencari ilmu karena ridho Allah serta berupaya mendekatkan diri kepada Allah Swt. Di samping pesantren memiliki tujuan spesifik untuk memberdayakan para santrinya, pesantren juga mempunyai tujuan dan tanggungjawab terhadap pemberdayaan masyarakat oleh karenanya Pondok Pesantren Nurul Islam menyelenggarakan program pengabdian masyarakat yang disebut dengan Orientasi Pengabdian Nurul Islam (OPINI).

Program-program kegiatan pondok pesantren Nurul Islam dalam kaitannya dengan peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di Desa Karangcempaka Bluto Sumenep

Peran pondok pesantren Nurul Islam dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat bisa lebih optimal dan efektif manakala diwujudkan dalam beberapa kegiatan yang konkrit dan metode pelaksanaannya bisa melibatkan masyarakat secara langsung. Pola pendekatan tersebut yang selama ini sering dilakukan oleh para pendahulu atau para pendiri pondok pesantren Nurul Islam, kemudian bisa berkelanjutan sampai saat ini.
Gambaran realitas yang ada dalam pelaksanaan program-program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat yang dilakukan oleh pondok pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep, sesuai dengan data interview dengan beberapa responden atau nara sumber dapat diuraikan di bawah ini.
Menurut pengasuh pondok pesantren Nurul Islam yaitu KH. Abdulbar Chalid, langkah-langkah yang dilakukan oleh pondok pesantren Nurul Islamn dalam upaya peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, digambarkan oleh pengasuh berikut ini:
“Langkah-langkah dalam pelaksanaan kegiatan tersebut di pondok pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat dengan menggunakan beberapa cara yaitu melalui, pendekatan sosio-kultural, penyuluhan, dan kegiatan arisan tahlilan setiap minggu. Alhamdulilah semua program-program tersebut sampai saat ini berjalan dengan baik. Program kegiatan dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat itu perlu adanya suatu perhatian dan pendekatan khusus pada masyarakat, karena agar kegiatan tersebut bisa diterima oleh masyarakat dan masyarakat bisa lebih berpartisipasi bukanlah hal yang mudah. Maka dari itu kami selaku pihak pesantren harus mempunyai sifat yang dinamis dan peka terhadap segala kebutuhan masyarakat agar program yang dilakukan bisa sesuai dengan keadaan serta kebutuha masyarakat itu sendiri. Apabila hal ini bisa tercapai, dalam pelaksanaan program pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat bisa berjalan efektif dan segala apa yang disampaikan bisa diterima dengan baik, oleh karenanya dengan mudah pula kita bisa mempengaruhi dan menggembleng mereka dengan baik. Salah satu kegiatan yang bisa dijadikan contoh yaitu, pelaksanaan arisan yang melibatkan semua lapisan masyarakat, dan dari sanalah kita bisa memberikan pengarahan dan pembelajaran pendidikan Islam, misalnya dengan pembacaan tahlil, pembacaan dhiba’an atau berzanji, pembacaan Al quran, maupun pengajian keagamaan, yang selanjutnya diharapkan bisa memotivasi masyarakat untuk mendalami dan mentaati ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari”.

Sedangkan menurut ustadz Abdur Razaq selaku pegurus pondok pesantren Nurul Islam (P3NI) atau informan kedua dalam penelitian ini, beberapa program kegiatan yang dilaksanakan di pondok pesantren Nurul Islam dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat yaitu:
“Selain adanya program kegiatan yang non formal yang dilaksanakan pondok pesantren dalam sepanjang waktu juga ada program yang bersifat formal. Yaitu, seperti adanya program pengabdian yang ditangani oleh yayasan, dan program tersebut diharuskan bagi santri yang sudah lulus Madrasah Aliyah yang dikenal dengan orientasi pengabdian Nurul Islam (OPINI). Dan program pengabdian tersebut dilaksanakan diberbagai lembaga pendidikan yang ada baik di Madura maupun di luar Madura. Diantaranya, Jember, Dasuk, Saronggi, Bluto, Moncek, dan Rubaru. Program pengabdian tersebut selain bertujuan untuk membantu lembaga dalam proses pendidikan terhadap siswa, hal ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan keterlibatan alumni dalam kegiatan sosial keagamaan pada masyarakat dilingkungan pengabdiannya. Dengan kata lain para alumni yang bertugas di suatu tempat disamping meraka mempunyai tanggungjawab untuk mengajar di lembaga formal mereka juga berkewajiban memberikan pembelajaran kepada masyarakat melalu kegiatan sosialkeagamaandalam (toron ka masyarakat)”.

Pelaksanaan program kegiatan di pondok pesantren Nurul Islam dilakukan secara bertahap dengan langkah-langkah yang sistematis. Sesuai dengan hasil observasi penulis langkah tersebut setidaknya meliputi pertama langkah yang dilakukan adalah perumusan tujuan pesantren, langkah yang kedua adalah menetapkan program kegiatan yang akan ditempuh dan yang ketiga penyusunan strategi pelaksanaan program kegiatan tersebut. Untuk menguatkan data observasi di atas berikut kami sajikan hasil wawancara dengan bapak Muhkan Habibi salah satu tokoh masyarkat yang sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang di adakan oleh pesantren, beliau menyatakan bahwa :
“Kegiatan-kegiatan dalam kaitannya dengan peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di pondok pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep ini dilakukan secara bertahap dengan beberapa langkah. Pertama: menetapkan tujuan pendidikan pondok pesantren yang mengarah pada pendidikan Islam pada masyarakat. Kedua: menetapkan program kegiatan yang akan dilaksanakan. Ketiga: menetapkan strategi peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat. Dari semua langkah yang dilakukan harus mencerminkan tujuan dan Visi Misi pondok pesantren Nurul Islam. Langkah-langkah tersebut bisa di wujudkan dalam bentuk kegiatan tahlilan, pembacaan dhiba’an atau berzanji, dan pembacaan al qur’an maupun program penyuluhan dari pemerintah (menyuluhan pertanian, keterampilan, pelatihan manajemen usaha, dan pelayanan simpan pinjam)”.

Bapak Imam sebagai salah satu informan yang mewakili masyarakat di sekitar pondok pesantren juga mengemukakan tentang program kegiatan yang ia rasakan terkait dengan peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat yaitu:
“Banyak manfaat yang kami rasakan dari berbagai program yang dilakukan oleh pondok pesantren Nurul Islam selama ini, dan untuk mewujudkan semua kegiatan tersebut secara optimal pondok pesantren, di pondok pesantren Nurul Islam telah berdiri suatu lembaga khusus yang menangani program pengabdian masyarakat dengan nama Biro Pembinaan dan Pengambangan Masyarakat atau yang sering dikenal dengan sebutan BPPM. Beberapa kegiatan yang sering dilakukan oleh BPPM dengan melibatkan masyarakat yaitu penyuluhan, tahlilan, arisan mingguan, dan pengajian. Program ini dimaksudkan agar masyarakat bisa mempunyai rasa memiliki terhadap pesantren dan bisa meningkatkan partisipasinya dalam perkembangan pondok pesantren”.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, matrik deskriptif yang dapat disajikan dalam penelitian ini adalah:
Tabel 2

Matrik Deskriptif Tentang
Program-program pondok pesantren Nurul Islam dalam kaitannya dengan peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat


Interviewer Interviewee

Informan 1
Langkah-langkah yang dilakukan oleh pondok pesantren Nurul Islam dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat melalui beberapa bentuk kegiatan yaitu: Pelaksanaan arisan yang melibatkan semua lapisan masyarakat, dan dari sanalah kita bisa memberikan pengarahan dan pembelajaran pendidikan Islam, misalnya dengan pembacaan tahlil, pembacaan dhiba’an atau berzanji, pembacaan Al quran, maupun pengajian keagamaan, maupun penyuluhan, minggu yang selanjutnya diharapkan bisa memotivasi masyarakat untuk mendalami dan mentaati ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Dalam menjalankan programnya pihak pesantren bersifat dinamis dan peka terhadap segala kebutuhan masyarakat agar program yang dilakukan sesuai dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Informan 2
Selain adanya program kegiatan yang non formal yang dilaksanakan pondok pesantren dalam upaya peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat terdapat pula kegiatan formal berupa Orientasi Pengabdian Nurul Islam (OPINI) yang diharuskan bagi santri yang sudah lulus Madrasah Aliyah Dan program pengabdian tersebut dilaksanakan diberbagai lembaga pendidikan yang ada baik di Madura maupun di luar Madura. Untuk lebih mengoptimalkan peran pesantren terhadap masyarakat dibangunlah lembaga BPPM (Biro Pembinaan dan Pengembangan Masyarakat)
Informan 3
Pertama: menetapkan tujuan pendidikan pondok pesantren yang mengarah pada pendidikan agama Islam pada masyarakat. Kedua: menetapkan program kegiatan yang akan dilaksanakan. Ketiga: menetapkan strategi pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat. Dari semua langkah yang dilakukan harus mencerminkan tujuan dan Visi Misi pondok pesantren Nurul Islam. Langkah-langkah tersebut bisa di wujudkan dalam bentuk kegiatan tahlilan, pembacaan dhiba’an atau berzanji, dan pembacaan al qur’an maupun program penyuluhan dari pemerintah (menyuluhan pertanian, keterampilan, pelatihan manajemen usaha, dan pelayanan simpan pinjam


Sekilas dapat dipahami bahwa program-program pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat yaitu meliputi pertama langkah yang dilakukan adalah perumusan tujuan pesantren, langkah yang kedua adalah menetapkan program kegiatan yang akan ditempuh dan yang ketiga penyusunan strategi pelaksanaan program kegiatan tersebut. Langkah-langkah dalam pelaksanaan kegiatan tersebut di pondok pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep dalam pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat dengan menggunakan beberapa cara yaitu melalui, pendekatan sosio-kultural.
Langkah-langkah tersebut bisa di wujudkan dalam bentuk kegiatan tahlilan, pembacaan dhiba’an atau berzanji, dan pembacaan al qur’an maupun program penyuluhan dari pemerintah (penyuluhan pertanian, keterampilan, pelatihan manajemen usaha, dan pelayanan simpan pinjam).
Selain itu program yang tidak kalah pentingnya yaitu program pengabdian yang ditangani oleh yayasan, dan program tersebut diharuskan bagi santri yang sudah lulus Madrasah Aliyah yang dikenal dengan orientasi pengabdian Nurul Islam (OPINI). Dan program pengabdian tersebut dilaksanakan diberbagai lembaga pendidikan yang ada baik di Madura maupun di luar Madura.
Pelaksanaan berbagai program yang dilakukan oleh pondok pesantren Nurul Islam selama ini, manfaatnya telah banyak dirasakan oleh masyarakat dan untuk mewujudkan semua kegiatan tersebut secara lebih optimal maka pondok pesantren Nurul Islam mendirikan suatu lembaga atau badan khusus yang menangani program pengabdian masyarakat yaitu Biro Pembinaan dan Pengambangan Masyarakat atau BPPM. Pembentukan lembaga ini dimaksudkan agar rasa memiliki dan partisipasi dari masyarakat terhadap pesantren bisa meningkat.

Faktor-faktor penunjang dan faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di Desa Karangcempaka Bluto Sumenep yang dilakukan oleh pondok pesantren Nurul Islam

Pada umumnya dalam pelaksanaan suatu kegiatan tentunya tidak terlepas dari adanya faktor penunjang maupun faktor penghambat. Hal ini pula yang terjadi pada pelaksanaan peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat banyak faktor penunjang maupun faktor penghambatnya. Apa dan bagaimana faktor penunjang dan faktor penghambat yang ada dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di pondok pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep dapat kami uraikan dibawah ini:
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan KH. Abdulbar Chalid selaku pengasuh beliau memaparkan statemennya bahwa:
“Faktor penunjang dan faktor penghambat dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat dapat diklasifikasikan sebagai berikut; faktor penunjang meliputi: (1) Adanya penerapan dan tauladan dari pendiri pondok pesantren Nurul Islam untuk mengajarkan pendidikan Islam pada masyarakat. (2) Adanya dukungan dari pihak dewan pengasuh pondok pesantren Nurul Islam, baik berupa motivasi maupun materi. (3) .Adanya komitmen dan semangat yang tinggi dari pengurus pondok pesantren Nurul Islam (P3NI) walau hanya dengan kemampuan yang serba terbatas. (4) Adanya rasa optimisme yang tinggi dari berbagai pihak baik itu pengurrus Yasasan, dewan pengasuh, pengurus pondok pesantren Nurul Islam (P3NI), pengurus santri Ikatan Keluarga Santri Nurul Islam (IKSNI), pengurus daerah maupun dari kalangan para santri. (5) Selalu ada masukan berupa kritikan yang bersifat kontruktif dan saran dari setiap kalangan.
Sedangkan faktor-faktor penghambat dalam pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat meliputi (1) Multi peran pengurus, menyebabkan kerja dan konsentrasi kurang maksimal. (2) menghadapi berbagai problem yang ada pada masyarakat. (3) kurangnya partisipasi dari para masyarakat. (4) kurangnya sarana yang memadai”.

Senada dengan penjelasan di atas yang berkaitan dengan faktor-faktor penunjang dan faktor penghambat dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, ustadz Abdur Razaq mengatakan bahwa:
“Faktor penunjang dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat diantaranya, adanya anjuran dan contoh dari pendidiri dan para dewan pengasuh pondok pesantren Nurul Islam baik berupa motivasi maupun materi. Adanya komitmen dan semangat yang tinggi dari pengurus pondok pesantren Nurul Islam (P3NI) walau hanya dengan kemampuan yang serba terbatas. Adanya rasa optimisme yang tinggi dari berbagai pihak baik itu pengurus yayasan, dewan pengasuh, pengurus pondop pesantren Nurul Islam (P3NI), pengurus santri Ikatan Keluarga Santri Nurul Islam (IKSNI), pengurus daerah maupun dari kalangan para santri. Dan selalu ada masukan berupa kritikan yang bersifat kontruktif dan saran dari setiap kalangan. Sedangkan faktor penghambatnya adalah:
Multi peran pengurus, menyebabkan kerja dan konsentrasi kurang maksimal, kurangnya dukungan dari masyarakat dan lain sebagainya”.

Berbeda dengan pendapat dari dua responden sebelumnya diatas, adapun faktor-faktor penunjang dan penghambat yang berkaitan dengan peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarkat di pondok pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep, menurut bapak Muhkam Habibi selaku responden yang mewakili masyarakat, baliau menyatakan bahwa:
“Faktor penunjang dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarkat adalah adanya sikap konsisten dari dewan pengasuh pondok pesantren Nurul Islam terhadap visi dan misi awal berdirinya pondok pesantren. Disamping itu konsistensi dari para asatidz maupun para santri untuk mendukung pelaksanaan program pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat juga memiliki peranan yang penting. Apabila kondisi ini bisa tercapai maka tentunya pondok pesantren bisa mengambil peran yang lebih signifikan dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan faktor penghambatnya adalah adanya perilaku yang lebih mendahulukan kepentingan pribadi dari pada kepentingan pondok pesantren baik di jajaran dewan pengasuh pondok pesantren Nurul Islam, pengurus Yayasan, pengurus Pondok Pesantren Nurul Islam (P3NI), para ustadz, pengurus Ikatan Keluarga santri Nurul Islam (IKSNI), serta para santri”.

Memang dalam setiap lembaga apapun mesti selalu banyak rintangan maupun suka maupun duka dalam pelaksanaan proses pendidikan khususnya dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di Pondok Pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep, asumsi seperti itu pula yang dikemukakan oleh Imam ketika memberikan pernyataan tentang faktor penunjang dan faktor penghambat pelaksanaan program pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat, yaitu:
“Faktor penunjang pelaksanaan program pendidikan agama Islam pada masyarakat di Pondok Pesantren Nurul Islam, antara lain yaitu adanya pemahaman dari para pengurus pondok pesantren (asatidz), para santri maupun masyarakat umum yang menganggap bahwa pendidikan agama Islam sangat penting dan sangat perlu dimiliki oleh setiap individu dalam kelangsungan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat (elmo agama bisa egibe sampe’ mateh). Sedangkan faktor penghambatnya adalah kurangnya semangat atau keinginan kuat dari para santri dan masyarakat untuk menuntut ilmu”.
Sesuai dengan hasil wawancara di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa faktor-faktor yang menunjang pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di lingkungan sekitar pondok pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep bertumpu pada peranan aktif dari para jajaran dewan pengasuh, pengurus yayasan, para asatidz atau pengurus, baik Pengurus Pondok Pesantren Nurul Islam (P3NI), maupun pengurus Ikatan Keluarga Santri Nurul Islam (IKSNI), termasuk juga peranan para santri dan masyarakat. Di bawah ini berikut kami sajikan matrik deskriptif .
Tabel 3

Matrik Deskriptif Tentang Faktor penunjang dan faktor penghambat
dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam
pada masyarakat oleh pondok pesantren Nurul Islam


Interviewer Interviewee




Informan 1
Faktor penunjangnya yaitu: (1) Adanya penerapan dan tauladan dari pendiri pondok pesantren Nurul Islam untuk mengajarkan pendidikan Islam pada masyarakat. (2) Adanya dukungan dari pihak dewan pengasuh pondok pesantren Nurul Islam, baik berupa motivasi maupun materi. (3) .Adanya komitmen dan semangat yang tinggi dari pengurus walau fasilitas terbatas terbatas. (4) Adanya rasa optimisme yang tinggi dari berbagai pihak baik itu pengurrus Yasasan, dewan pengasuh, pengurus, maupun para santri. (5) Selalu ada masukan berupa kritikan yang bersifat kontruktif dan saran dari setiap kalangan. Sedangkan faktor-faktor penghambat dalam pengembangan pendidikan agama Islam pada masyarakat meliputi (1) Multi peran pengurus, menyebabkan kerja dan konsentrasi kurang maksimal. (2) menghadapi berbagai problem yang ada pada masyarakat. (3) kurangnya partisipasi dari para masyarakat. (4) kurangnya sarana yang memadai.
Informan 2
Faktor penunjang, diantaranya: adanya anjuran dan contoh dari pendiri dan para dewan pengasuh pondok pesantren Nurul Islam baik berupa motivasi maupun materi. Adanya komitmen dan semangat yang tinggi dari pengurus pondok pesantren Nurul Islam (P3NI) walau hanya dengan kemampuan yang serba terbatas. Adanya rasa optimisme yang tinggi dari berbagai pihak baik itu pengurus yayasan, dewan pengasuh, pengurus maupun para santri. Dan selalu ada masukan berupa kritikan yang bersifat kontruktif dan saran dari setiap kalangan. Sedangkan faktor penghambatnya adalah:
Multi peran pengurus, menyebabkan kerja dan konsentrasi kurang maksimal, kurangnya dukungan dari masyarakat dan lain sebagainya
Informan 3
Faktor penunjangnya yaitu: adanya sikap konsisten dari dewan pengasuh pondok pesantren Nurul Islam terhadap visi dan misi awal berdirinya pondok pesantren. Konsistensi dari para asatidz maupun para santri untuk mendukung pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, adanya pemahaman dari para pengurus pondok pesantren (asatidz), para santri maupun masyarakat umum yang menganggap bahwa pendidikan Islam sangat penting dan sangat perlu dimiliki oleh setiap individu dalam kelangsungan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat (elmo agama bisa egibe sampe’ mateh). Sedangkan faktor penghambatnya adalah adanya perilaku yang lebih mendahulukan kepentingan pribadi dari pada kepentingan pondok pesantren baik di jajaran dewan pengasuh pondok pesantren Nurul Islam, pengurus Yayasan, para ustadz, serta para santri, kurangnya semangat atau keinginan kuat dari para santri dan masyarakat untuk menuntut ilmu

Lebih terperincinya faktor penunjang dari pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat dapat diklasifikasikan sebagai berikut;
Dukungan dari pihak dewan pengasuh pondok pesantren Nurul Islam, baik berupa motivasi maupun materi.
Komitmen dan semangat yang tinggi dari pengurus pondok pesantren Nurul Islam (P3NI) walau hanya dengan kemampuan yang serba terbatas.
Rasa optimisme yang tinggi dari berbagai pihak baik itu pengurrus Yasasan, dewan pengasuh, pengurus pondok pesantren Nurul Islam (P3NI), pengurus santri Ikatan Keluarga Santri Nurul Islam (IKSNI), pengurus daerah maupun dari kalangan para santri.
Selalu ada masukan berupa kritikan yang bersifat kontruktif dan saran dari setiap kalangan.
Konsistensi dari para asatidz maupun para santri untuk mendukung pelaksanaan program pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat.
Adanya pemahaman dari para pengurus pondok pesantren (asatidz), para santri maupun masyarakat umum yang menganggap bahwa pendidikan Islam sangat penting dan sangat perlu dimiliki oleh setiap individu dalam kelangsungan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat (elmo agama bisa egibe sampe’ mateh).
Adanya anjuran dan contoh dari pendidiri dan para dewan pengasuh pondok pesantren Nurul Islam baik berupa motivasi maupun materi.
Sedangkan faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat meliputi
Multiperan pengurus, yang menyebabkan kinerja dan konsentrasi kurang maksimal.
Sulitnya memahami berbagai karakter yang ada pada masyarakat.
Kurangnya partisipasi dari para masyarakat.
Kurangnya sarana penunjang dalam pelaksanaan kegiatan
Kurangnya semangat atau keinginan kuat dari para santri dan masyarakat untuk menuntut ilmu.
Adanya perilaku yang lebih mendahulukan kepentingan pribadi dari pada kepentingan pondok pesantren baik di jajaran dewan pengasuh pesantren, pengurus yayasan, dan para pengurus serta para santri.
Berpijak dari beberapa argumen di atas dapat dinyatakan bahwa keberadaan pondok pesantren sangat penting dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas keilmuan serta moral yang baik bagi para santri maupun masyarakat. Peningkatan kualitas tersebut berupa pendidikan berorganisasi dan kewirausahaan serta pendidikan keagamaan yang tentunya merupakan karakteristik khas dari pondok pesntren. Beberapa hal tersebut dapat tercapai melalui pengintegrasian antara ilmu umum dan ilmu agama dalam sistem pendidikan pondok pesantren yang memberikan teladan yang baik dengan bertujuan untuk membekali masyarakat dan para santri dalam perjalanan hidupnya sehari-hari dan juga para santrinya agar setelah keluar dari pondok pesantren Nurul Islam mampu hidup berdikari dan mandiri dalam kehidupan bermasyarakat yang selanjutnya berimplikasi pada kemampuan untuk menghadapi tuntutan perubahan zaman.



















BAB V
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Pondok pesantren merupakan institusi pendidikan tertua yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Meskipun berbagai institusi pendidikan bermunculan dengan berbagai tawaran program dan keahlian, namun tampaknya pondok pesantren masih akan tetap eksis, karena memiliki penunjang tersendiri. Dukungan tersebut tidak serta merta diperoleh tanpa usaha keras lembaga ini.
Sampai saat ini banyak pesantren yang masih konsisten kepada tafaqquh fiddien, mengajarkan ilmu-ilmu agama guna mempersiapkan calon-calon ulama, da’i atau ustadz. Namun banyak pula pesantren melakukan inovasi baru dengan menyelenggarakan pendidikan madrasah dan sekolah umum bahkan merambah kepada pendidikan ketrampilan (sekolah formal). Diversifikasi pendidikan di pondok pesantren semacam ini sebenarnya sebagai respon pesantren atas tuntutan masyarakat bahwa pendidikan apapun jenisnya, hendaknya bisa membekali peserta didik dengan materi-materi yang bermanfaat ketika peserta didik tersebut sudah benar-benar dalam kehidupan nyata di masyarakat.
Pada awal kemunculan pesantren, lembaga ini memang betul-betul dekat dengan masyarakat, karena kemunculannya menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Namun kini banyak cibiran sinis yang dialamatkan pada pesantren. Dengan demikian, paling tidak, cibiran itu mengindikasikan, bahwa hubungan pesantren dengan masyarakat, bukan tanpa masalah sama sekali, terutama terkait kedekatan dan kiprah nyatanya dalam pengembangan masyarakat. Keadaan di atas menunjukkan bahwa pondok pesantren selayaknya selalu bersinergi dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Hal ini pula yang menuntut adanya peran pesantren dalam kehidupan masyarakat agar dapat terus diintensifkan.

Peran pondok pesantren dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di pondok pesantren Nurul Islam Desa Karang Cempaka Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep.

Eksistensi pesantren yang cukup penting bagi kelangsungan tradisi lokal dan paham ahlussunnah wal jamaah mendorong para ulama untuk mendirikan sebuah organisasi. Maka muncullah Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, al-Irsyad, dan sebagainya. Para ulama saat itu berpendapat bahwa pesantren-pesantren yang mempunyai kekuatan parsial perlu berkumpul dan berorganisasi sehingga mampu memunculkan kekuatan besar yang efektif untuk mempertahankan kepentingan dan mewujudkan idealisasi komunitas pesantren.
Keberadaan pesantren pada suatu kondisi sosial masyarakat tertentu tidak terlepas dari peran serta pondok pesantren dalam proses pemberdayaan masyarakat itu sendiri. Baik itu pemberdayaan dalam aspek keagamaan, ilmu pengetahuan dan perekonomian. Keberhasilan pesantren mendapatkan perhatian dari masyarakat luas tidak lepas dari strategi dakwah pesantren yang dikemas dalam idiom-idiom lokal dan kultural. Substansinya adalah komitmen untuk membangun peradaban yang berbasis tradisi, ilmu pengetahuan, ekonomi dan politik kebangsaan.

Pondok pesantren Nurul Islam yang berada di desa Karangcempaka Bluto Sumenep, sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam yang cukup tersohor di Kabupaten Sumenep, selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi para santrinya agar kelak mereka bisa menjadi panutan ketika mereka terjun di masyarkat. Disamping itu pondok pesantren Nurul Islam juga berupaya untuk meningkatkan perannya di tengah masyarakat dengan cara peningkatan kualitas hidup masyarakat salah satunya melalui pembelajaran pendidikan Islam yang diperuntukkan kepada masyarakat di sekitar pondok pesantren maupun masyarakat di kabupaten Sumenep secara umum.
Peningkatan peran pesantren melalui pembelajaran pendidikan agama Islam ini, dimaksudkan agar kepedulian masyarakat dan rasa memiliki terhadap pesantren bisa semakin tumbuh dan meningkat. Hal ini tentunya memiliki dampak posistif terhadap pesantren karena dengan demikian keberadaan pesantren Nurul Islam bisa semakin diterima oleh masyarakat dan manfaatnya juga bisa dirasakan oleh masyarakat.
Keberadaan pondok pesantren khusunya di pulau Madura, sebenarnya sangat penting sekali perannya terhadap peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, karena masyarakat Madura banyak yang masih beranggapan bahwa pondok pesantren itu merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai nilai lebih khususnya dalam hal religi dibandingkan dengan pendidikan-pendidikan umum lainnya. Sejak berdirinya pondok pesantren Nurul Islam, pondok pesantren ini sudah merupakan tempat pendalaman ilmu pengetahuan Islam, sehingga banyak masyarakat yang memondokkan anak-anaknya dengan tujuan agar anaknya bisa mempunyai kemapanan pola berfikir berakhlak yang baik, dan bisa lebih siap dalam menghadapi persoalan-persoalan yang ada di masyarakat.
Peran pondok pesantren terhadap masyarakat dalam upaya peningkatan pendidikan agama Islam mempunyai posisi yang cukup signifikan, hal inilah yang dicontohkan oleh pendiri pertama pondok pesantren Nurul Islam. Beliau melakukan upaya pendekatan sosio-kultural kepada masyarakat sekitar pesantren yang di wujudkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan masyarakat, yang berupa tahlilan (sarwaan) setiap malam jum’at dan kegiatan tersebut dilakukan dengan cara bergiliran dari rumah masyarakat yang satu dengan rumah yang lainnya.
Selain kegiatan itu ada juga pengajian rutin mingguan yang dilaksakan di pondok pesantren. Disamping itu beliau juga memberikan semangat dan memberikan suri tauladan kepada masyarakat dalam berperilaku sehari-hari, sehingga di kalangan masyarakat maupun para santri sangat mengenang jasa-jasa beliau utamanya pada ajaran-ajaran yang dikembangkan oleh beliau yaitu; simtem pendidikannya yang sangat berpengaruh terhadap terbentuknya masyarakat yang berbudi hasanah.
Tujuan utama dari didirikannya pesantren ini sejak pertama kali adalah untuk membentuk karakter para santri yang berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berpengetahuan dan berwawasan luas, serta memiliki jiwa yang peka terhadap kondisi masyarakat di lingkungannya. Dengan demikian maka ketika para santri terjun langsung di masyarakat mereka bisa menempatkan diri secara proporsional dan bisa membangun citra positif atas dirinya maupun almamaternya.
Pada tahap awal peran pondok pesantren Nurul Islam dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat bisa dilihat dari beberapa indikator berikut yang termanifestasi pelaksanaan kegiatan sosial keagamaan yang dapat melibatkan masyarakat secara langsung semisal dhiba’an, tahlilan, pengajian rutin, dan arisan. Kegiatan-kegiatan tersebut dimaksudkan agar bisa menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging) terhadap pesantren maupun bisa meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap segala bentuk kegiatan yang dilakukan oleh pesantren.
Pentingnya peran pondok pesantren dalam upaya peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat juga dikemukakan oleh para pengurus baik pengurus P3NI maupun IKSNI. Mereka berpendapat bahwa Pondok Pesantren Nurul Islam sudah sejak dulu mempunyai peran penting terhadap peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, itu sudah dimulai pada zaman pendiri yaitu KH. Moh. Siradjuddin. Dan saat ini meskipun beberapa pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam lebih banyak disibukkan oleh kegiatan di birokrasi karena tanggungjawab jabatan yang tidak bisa ditinggalkan namun hal itu tidak terlalu berpengaruh terhadap eksistensi pondok pesantren dan lembaga ini tetap bisa berperan dalam kehidupan masyarakat.

Keadaan tersebut menggambarkan bahwa rasa tanggung jawab yang dimiliki pondok pesantren untuk memberikan manfaat kepada masyarakat tidak akan pernah pudar sampai kapanpun karena hal tersebut telah menjadi tujuan dari berdirinya pesantren Nurul Islam itu sendiri. Secara spesifik tujuan pondok pesantren dalam upaya mendidik para santri yang mondok di pesantren Nurul Islam adalah untuk menghiasi jiwa mereka (akhlaqul karimah), mencari ilmu karena ridho Allah serta berupaya mendekatkan diri kepada Allah Swt. Di samping pesantren memiliki tujuan spesifik untuk memberdayakan para santrinya, pesantren juga mempunyai tujuan dan tanggungjawab terhadap pemberdayaan masyarakat oleh karenanya Pondok Pesantren Nurul Islam menyelenggarakan program pengabdian masyarakat yang disebut dengan Orientasi Pengabdian Nurul Islam (OPINI).
Peran pondok pesantren terhadap masyarakat manfaatnya sudah mulai bisa dirasakan, baik dalam memberikan bimbingan pendidikan agama dan pendidikan umum. Disamping itu pesantren juga mengajarkan bagaimana cara (andep asor) berakhlak yang baik. Sampai saat ini hal-hal seperti itu masih terus dilakukan, sehingga pondok pesantren mempunyai pengaruh yang sangat terasa bagi masyarakat sekitarnya.





Pelaksanaan program kegiatan pondok pesantren Nurul Islam dalam kaitannya dengan peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di Desa Karang Cempaka Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep.

Tujuan utama dari pondok pesantren disamping menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan baik agama maupun ilmu pengetahuan umum tentunya perlu diseimbangan dengan peran nyata dalam pengembangan masyarakat. Salah satu yang bisa dilakukan oleh lembaga pendidikan tertua di Indonesia ini adalah menjadi lembaga terdepan dalam memmerangi pengaruh negatif dari globalisasi maupun liberalisme peradaban masyarakat.
Kiprah nyata tersebut mencerminkan peranan pesantren sesuai dengan kaidah fiqhiyyah 'al-mutaaddy afdhal min al-qashir (kiprah yang manfaatnya dirasakan oleh masyarakat, ketimbang yang efeknya dinikmati diri sendiri). Maka dari itu, pesantren sebagai salah satu agent of change atau agent of social control dan kyai sebagai cultural broker atau makelar kebudayaan, tidak seharusnya berdiam diri dan tidak merasa bertanggung jawab atas berbagai persoalan yang melilit masyarakat.
Pesantren harus merespon dan peka terhadap budaya yang ada pada masyarakat. Artinya, pesantren niscaya memposisikan diri sebagai jembatan penyambung antara kebutuhan masyarakat dengan tuntutan zaman yang mereka hadapi. Peran itu sangat mungkin dimainkan pesantren, mengingat keberadaannya yang diantara dua dunia, yaitu dunia pedesaan dan dunia luar. Keberadaannya yang di pedesaan, membuat pesantren bisa mengerti apa-apa yang dibutuhkan masyarakat.
Kiranya perlu disadarai bersama, bahwa di era global ini, masyarakat tidak hanya dituntut piawai dalam bidang ilmu agama. Meskipun agama hanya difungsikan tak lebih sebagai benteng moral. Agama bukan alat untuk merebut kemenangan dalam dunia yang kian kompetitif ini. Masa kejayaan agama, kini telah lewat. Karenanya, untuk menghadapi zaman yang tingkat kompetitifnya kian menggila itu, bukan benteng moral saja yang harus dipentingkan, melainkan penanaman skill dan upaya-upaya pengembangan dalam sektor modern; seperti koperasi, jasa, tehnologi tepat guna, dan sebagainya. Hal-hal inilah yang akan turut membantu masyarakat dalam menjawab tuntutan zaman modern ini. Itulah dakwah dengan kiprah nyata (da'wah bi al-hal) yang harus dimainkan pesantren.
Peran pondok pesantren Nurul Islam dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat bisa lebih optimal dan efektif manakala diwujudkan dalam beberapa kegiatan yang konkrit dan metode pelaksanaannya bisa melibatkan masyarakat secara langsung. Pola pendekatan tersebut yang selama ini sering dilakukan oleh para pendahulu atau para pendiri pondok pesantren Nurul Islam, kemudian bisa berkelanjutan sampai saat ini.
Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di pondok pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep menggunakan beberapa cara yaitu melalui pertama langkah yang dilakukan adalah perumusan tujuan pesantren, langkah yang kedua adalah menetapkan program kegiatan yang akan ditempuh dan yang ketiga penyusunan strategi pelaksanaan program kegiatan tersebut. Sedangkan pendekatan yang dipakai adalah pendekatan sosio-kultural, dengan bentuk kegiatan penyuluhan, dan kegiatan arisan tahlilan setiap minggu. Selain diwujudkan dalam bentuk beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan di pondok pesantren Nurul Islam, maka juga selaku pihak pesantren harus mempunyai sifat yang dinamis dan peka terhadap segala kebutuhan masyarakat agar program yang dilakukan bisa sesuai dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Selain adanya program kegiatan yang non formal yang dilaksanakan pondok pesantren dalam sepanjang waktu juga ada program yang bersifat formal. Yaitu, program pengabdian yang ditangani oleh yayasan, dan program tersebut diharuskan bagi santri yang sudah lulus Madrasah Aliyah yang di kenal dengan orientasi pengabdian Nurul Islam (OPINI). Dan program pengabdian tersebut dilaksanakan di berbagai lembaga pendidikan yang ada di Madura maupun di luar Madura, diantaranya, Jember, Dasuk, Saronggi, Bluto, Moncek, dan Rubaru.
Program pengabdian tersebut selain bertujuan untuk membantu lembaga dalam proses pendidikan terhadap siswa, hal itu juga dimaksudkan untuk meningkatkan keterlibatan alumni dalam kegiatan sosial keagamaan pada masyarakat dilingkungan pengabdiannya. Dengan kata lain para alumni yang bertugas di suatu tempat disamping meraka mempunyai tanggung jawab untuk mengajar di lembaga formal mereka juga berkewajiban memberikan pembelajaran kepada masyarakat melalu kegiatan sosial keagamaan yaitu ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang ada pada masyarakat.
Salah satu program lain yang manfaatnya juga banyak dirasakan oleh masyarakat, yaitu di pondok pesantren Nurul Islam juga telah didirikan suatu lembaga khusus yang menangani program pengabdian masyarakat atau yang di kenal dengan Biro pembinaan dan pengembangan masyarakat (BPPM). Beberapa kegiatan yang sering dilakukan oleh BPPM dengan melibatkan masyarakat yaitu penyuluhan, tahlilan, arisan mingguan, dan pengajian. Program ini dimaksudkan agar masyarakat bisa mempunyai rasa memiliki terhadap pesantren dan bisa meningkatkan partisipasinya dalam perkembangan pondok pesantren.

Faktor-faktor penunjang dan faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di Desa Karang Cempaka Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep yang dilakukan oleh pondok pesantren Nurul Islam.

Belakangan ini, relasi pesantren dengan masyarakat, banyak disorot oleh berbagai kalangan. Pesantren dianggap tidak lagi merakyat, jauh dari dan menjaga jarak dengan masyarakat. Bahkan ada yang sedikit lebih radic, pesantren diklaim tidak memiliki kiprah apa-apa dalam pengembangan masyarakat. Sorotan serupa ini, tentu saja tidak bisa diabaikan begitu saja dan harus dijawab oleh pesantren.
Pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di lingkungan pondok pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep keberhasilannya bertumpu pada peranan aktif dari para jajaran dewan pengasuh, pengurus yayasan, para asatidz atau pengurus, baik pengurus (P3NI), maupun pengurus (IKSNI), termasuk juga peranan para santri dan masyarakat Dalam pelaksanaan suatu kegiatan tentunya tidak terlepas dari adanya faktor penunjang maupun faktor penghambat. Hal ini pula yang terjadi pada pelaksanaan pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat, banyak faktor penunjang maupun faktor penghambatnya. Apa dan bagaimana faktor penunjang dan faktor penghambat yang ada dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di pondok pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep.
Faktor penunjang dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat dapat diklasifikasikan sebagai berikut; faktor penunjang meliputi:
Dukungan dari pihak dewan pengasuh pondok pesantren Nurul Islam, baik berupa motivasi maupun materi.
Komitmen dan semangat yang tinggi dari pengurus pondok pesantren Nurul Islam (P3NI) walau hanya dengan kemampuan yang serba terbatas.
Rasa optimisme yang tinggi dari berbagai pihak baik itu pengurrus Yasasan, dewan pengasuh, pengurus pondok pesantren Nurul Islam (P3NI), pengurus santri Ikatan Keluarga Santri Nurul Islam (IKSNI), pengurus daerah maupun dari kalangan para santri.
Selalu ada masukan berupa kritikan yang bersifat kontruktif dan saran dari setiap kalangan.
Konsistensi dari para asatidz maupun para santri untuk mendukung pelaksanaan program pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat.
Adanya pemahaman dari para pengurus pondok pesantren (asatidz), para santri maupun masyarakat umum yang menganggap bahwa pendidikan Islam sangat penting dan sangat perlu dimiliki oleh setiap individu dalam kelangsungan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat (elmo agama bisa egibe sampe’ mateh).
Adanya anjuran dan contoh dari pendidiri dan para dewan pengasuh pondok pesantren Nurul Islam baik berupa motivasi maupun materi.
Faktor penunjang lain dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarkat adalah adanya sikap konsisten dari dewan pengasuh pondok pesantren Nurul Islam terhadap visi dan misi awal berdirinya pondok pesantren, juga dengan adanya pemahaman dari para pengurus pondok pesantren (asatidz), para santri maupun masyarakat umum yang menganggap bahwa pendidikan Islam sangat penting dan sangat perlu dimiliki oleh setiap individu dalam kelangsungan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat.
Sedangkan faktor-faktor penghambatnya dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat meliputi:
Multi peran pengurus, yang menyebabkan kinerja dan konsentrasi kurang maksimal.
Sulitnya memahami berbagai karakter yang ada pada masyarakat.
Kurangnya partisipasi dari para masyarakat.
Kurangnya sarana penunjang dalam pelaksanaan kegiatan
Kurangnya semangat atau keinginan kuat dari para santri dan masyarakat untuk menuntut ilmu.
Adanya perilaku yang lebih mendahulukan kepentingan pribadi dari pada kepentingan pondok pesantren baik di jajaran dewan pengasuh pondok pesantren Nurul Islam, pengurus Yayasan, pengurus Pondok Pesantren Nurul Islam (P3NI), para ustadz, pengurus Ikatan Keluarga santri Nurul Islam (IKSNI), serta para santri.
Keberadaan pondok pesantren sangat penting dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas keilmuan serta moral yang baik bagi para santri maupun masyarakat. Peningkatan kualitas tersebut berupa pendidikan berorganisasi dan kewirausahaan serta pendidikan keagamaan yang tentunya merupakan karakteristik khas dari pondok pesntren. Beberapa hal tersebut dapat tercapai melalui pengintegrasian antara ilmu umum dan ilmu agama dengan tujuan untuk membekali masyarakat dan para santri kehidupan sehari-hari, bagi para santri setelah keluar dari pondok pesantren Nurul Islam mereka mampu hidup berdikari dan mandiri dalam kehidupan bermasyarakat yang selanjutnya berimplikasi pada kemampuan untuk menghadapi tuntutan perubahan zaman.
BAB VI
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan oleh peneliti pada bab sebelumnya, maka dalam penelitian ini kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
Peran pondok pesantren terhadap masyarakat dalam upaya peningkatan pendidikan agama Islam mempunyai posisi yang cukup signifikan, hal inilah yang dicontohkan oleh pendiri pertama pondok pesantren Nurul Islam. Beliau melakukan upaya pendekatan sosio-kultural kepada masyarakat sekitar pesantren yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan masyarakat antara lain, tahlilan (sarwaan) setiap malam jum’at dan kegiatan tersebut dilakukan dengan cara bergiliran. Kegiatan tersebut sampai saat ini masih terlaksana, bentuk serta macamnya juga semakin bervariasi. Semua kegiatan tersebut ditujukan agar masyarakat mampu memahami dan mampu mengamalkan ajaran agama secara baik dan benar. Secara implisit kegiatan tersebut juga bertujuan untuk menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging) terhadap pesantren maupun bisa meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap segala bentuk kegiatan yang dilakukan oleh pesantren.
Adapun beberapa langkah yang diterapkan di pondok pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat yaitu melalui: (a). arisan tahlilan mingguan, (b). pembacaan dhiba’an atau berzanji, (c). pembacaan Al quran, (d). pengajian keagamaan, (e). Penyuluhan (berupa penyuluhan pertanian, keterampilan, manajemen usaha, serta koperasi simpan pinjam), dan (f). program pengabdian bagi santri yang sudah lulus Madrasah Aliyah di berbagai lembaga pendidikan yang ada baik di Madura maupun di luar Madura (Jember, Dasuk, Saronggi, Bluto, Moncek, dan Rubaru). Untuk lebih mengoptimalkan peran pondok pesantren Nurul Islam di tengah masyarakat maka di pesantren ini dibentuk suatu lembaga pengabdian masyarakat dengan nama Biro pembinaan dan pengembangan masyarakat (BPPM).
Sedangkan beberapa faktor penunjang dan faktor penghambat dalam pelaksanaan kegiatan yang diterapkan di pondok pesantren Nurul Islam maliputi; faktor penunjang yaitu: (1). Dukungan dari dewan pengasuh pondok pesantren berupa motivasi maupun materi. (2). Komitmen dan semangat yang tinggi dalam memajukan lembaga dari para pengurus pondok pesantren meskipun fasilitas tidak memadai, (3). Rasa optimisme yang tinggi dari berbagai pihak baik itu pengurrus yasasan, dewan pengasuh, para pengurus maupun para santri, (4). Terbentuknya budaya auto kritik yang bersifat kontruktif di lingkungan pesantren, (5). Konsistensi dari para asatidz maupun para santri untuk mendukung pelaksanaan program pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat, (6). Adanya pola pemikiran dari masyarakat umum (pengasuh, pengurus, santri, dan masyarakat) yang menganggap bahwa pendidikan Islam lebih penting dari pada pendidikan umum (7). Kemampuan dari para pengasuh menjadi suritauladan, sehingga segala anjurannya dapat memotivasi orang lain. Sedangkan faktor penghambatnya meliputi, (1). Multi peran pengurus, yang menyebabkan kinerja dan konsentrasi kurang maksimal, (2). Sulitnya memahami berbagai karakter yang ada pada masyarakat, (3). Kurangnya partisipasi dari para masyarakat, (4). Kurangnya sarana penunjang dalam pelaksanaan kegiatan, (5). Kurangnya semangat atau keinginan kuat dari para santri dan masyarakat untuk menuntut ilmu, (6). Adanya perilaku yang lebih mendahulukan kepentingan pribadi dari pada kepentingan pondok pesantren baik dari pengasuh, pengurus yayasan, pengurus Pondok Pesantren (asatidz) serta para santri.

Saran
Manfaat dari penelitian ini diharapkan bisa dirasakan oleh berbagai pihak, adapun beberapa saran yang dapat penulis sampaikan kepada beberapa pihak yang terlibut dalam penelitian, diantaranya:
1. Bagi pondok pesantren Nurul Islam,
Diharapkan agar lebih progresif lagi dalam upaya peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat dan penelitian ini diharapkan bisa memberikan suatu masukan baru untuk dijadikan pertimbangan dalam melakukan progress-progres ke depan.
2. Bagi para Akademisi
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan penlitian lebih lanjut bagi para peneliti lain yang ingin mendalami tentang dunia pesantren.